IconIconIconIcon


Senin, 25 November 2013

SOLUSI AKHIR TAHUN UNTUK PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH YANG BERSUMBER DARI APBN


Oleh : Cecep Fauzy Chaidir (Widyiswara Badiklatda)
Didalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.05/2012 tentang Pelaksanaan Sisa anggaran berkenaan yang dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran berikutnya, diatur sebagai berikut :  (1) Pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan sampai dengan akhir Tahun Anggaran berkenaan, dapat dilanjutkan pada Tahun Anggaran berikutnya; (2) Pekerjaan tersebut tidak termasuk pekerjaan Kontrak tahun jamak (multiyears contract); (3) Pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun Anggaran berikutnya membebani DIPA Tahun Anggaran berikutnya; (4) Dalam hal alokasi untuk pelaksanaan pekerjaan dimaksud belum tersedia dalam DIPA Tahun Anggaran berikutnya, Kuasa PA mengajukan revisi DIPA/POK untuk mengalokasikan anggaran atas pekerjaan yang dilanjutkan tersebut; (5) Tata cara penyelesaian pekerjaan yang dilanjutkan pada tahun anggaran berkutnya diatus sebagai berikut :

a. Dilakukan adendum kontrak untuk mencantumkan sumber dana dari DIPA Tahun Anggaran berikutnya atas pekerjaan yang akan diselesaikan;
b. Penyedia Barang/Jasa harus menyampaikan surat pernyataan kesanggupan penyelesaian sisa pekerjan kepada Kuasa PA, yang antara lain memuat :
  1. Pernyataan kesanggupan menyelesaikan sisa pekerjaan;
  2. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan;
  3. Bersedia dikenakan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
c. Kuasa PA menyampaikan pemberitahuan kepada KPPN atas pekerjaan yang akan dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya;
  1. Penyedia Barang/Jasa menyampaikan Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% dari nilai sisa pekerjaan yang akan diselesaikan kepada Kuasa PA;
  2. Jangka waktu penyelesaian sisa pekerjaan pada tahun anggaran berikutnya paling lama 50 (lima puluh) hari kalender terhitung sejak masa kontrak berakhir;
  3. Apabila sampai batas waktu 50 (lima puluh) hari kalender tersebut Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan, maka pekerjaan dihentikan dan Penyedia dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya secara teknis Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan Peraturan Nomor 37/Pb/2012 tentang Langkah langkah menghadapi Akhir Tahun Anggaran 2012, dimana dalam Pasal 18 peraturan tersebut diatur secara teknis tentang penganggaran kembali pada tahun anggaran 2013 bagi  pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan dalam tahun anggaran 2012.
Solusi Akhir Tahun Untuk Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Yang Bersumber Dari Apbd.
Didalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013, pada Lampiran Bab V Hal hal Khusus -  point 28 dinyatakan bahwa :
1. Dalam Pasal 138 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 ditegaskan bahwa untuk pelaksanaan kegiatan lanjutan yang tidak selesai pada Tahun Anggaran 2012 dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a)
  1. Pendanaan kegiatan lanjutan menggunakan SiLPA tahun anggaran sebelumnya. Dituangkan kedalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) Tahun Anggaran 2012 sesuai Dokumen  Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Tahun Anggaran 2012 dengan berpedoman pada format Lampiran B.III Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
  2. DPAL-SKPD disahkan oleh PPKD sebagai dasar pelaksanaan anggaran dan  dalam rangka penyelesaian pekerjaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Untuk penetapan jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL - SKPD masing-masing dilakukan sebagai berikut:
a. Penelitian terhadap penyebab keterlambatan penyelesaian pekerjaan, sepanjang penyebabnya diluar kelalaian Penyedia Barang/Jasa atau Pengguna Barang/Jasa, kegiatan tersebut dapat di DPAL-kan.
b. Apabila keterlambatan penyelesaian pekerjaan disebabkan kelalaian Penyedia Barang/Jasa atau Pengguna Barang/Jasa maka tidak dapat di-DPAL-kan, sehingga kegiatan yang belum dilaksanakan dianggarkan kembali sesuai ketentuan yang berlaku.
c. Jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL setelah terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap:
  1. Sisa DPA-SKPD yang belum diterbitkan SPD dan/atau belum diterbitkan SPM Tahun Anggaran 2012 atas kegiatan yang bersangkutan;
  2. Sisa SPD yang belum diterbitkan SPM Tahun Anggaran 2012;
  3. SP2D yang belum diuangkan.
3. Penganggaran beban belanja atas pelaksanaan kegiatan lanjutan yang telah dituangkan dalam DPAL-SKPD dimaksud, agar ditampung kembali di dalam perubahan APBD tahun anggaran berkenaan pada anggaran belanja langsung pos SKPD berkenaan.
4. Kegiatan yang dapat dibuatkan DPAL harus memenuhi kriteria bahwa kegiatan tersebut tidak selesai sesuai dengan jadwal yang ditetapkan dalam perjanjian pelaksanaan pekerjaan/kontrak, akibat di luar kendali penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa (force majeure).
5. Dalam hal pemerintah daerah mempunyai kewajiban kepada pihak ketiga terkait dengan pekerjaan yang telah selesai pada tahun anggaran sebelumnya, maka harus dianggarkan kembali pada akun belanja dalam APBD Tahun Anggaran 2013 sesuai kode rekening berkenaan, dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah.
6. Tata cara penganggaran dimaksud terlebih dahulu melakukan perubahan atas Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2013, dan diberitahukan kepada Pimpinan DPRD untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013.
Dalam ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila terjadi keterlambatan pelaksanaan pekerjaan pada tahun anggaran berkenaan yang penyebabnya diluar kelalaian Penyedia Barang/Jasa atau Pengguna Barang/Jasa, kegiatan tersebut dapat di DPAL-kan.
Penyelesaian kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah yang tidak selesai di akhir tahun anggaran menurut peraturan presiden nomor 70 tahun 2012.
Dalam Pasal 93 Peraturan Presiden 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ditetapkan sebagai berikut :
1. PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila:
a. kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak;
  1. Berdasarkan penelitian PPK, Penyedia  Barang/Jasa tidak   akan   mampu  menyelesaikan  keseluruhan pekerjaan  walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50  (lima  puluh)  hari kalender sejak masa berakhirnya  pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;
  2. setelah  diberikan   kesempatan penyelesai kan pekerjaan  sampai  dengan  50 (lima  puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan;
b.   Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;
c.   Penyedia  Barang/Jasa   terbukti  melakukan  KKN, kecurangan  dan /atau   pemalsuan   dalam  proses  Pengadaan  yang  diputuskan   oleh  instansi yang berwenang; dan/atau
d.   Pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan  KKN  dan/atau  pelanggararan persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.
2.   Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa:
  1. Jaminan Pelaksanaan dicairkan;
  2. sisa   Uang  Muka harus   dilunasi   oleh  Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan;
  3. Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatan; dan
  4. Penyedia  Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam.
Kemudian dalam Peraturan Kepala LKPP Nomor Petunjuk Teknis Peraturan Presiden 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, pada bagian Denda dan Sanksi serta bagian Penghentian dan pemutusan kontrak ditetapkan bahwa :

Denda Dan Sanksi
  1. Denda merupakan sanksi finansial yang dikenakan kepada Penyedia, sedangkan ganti rugi merupakan sanksi finansial yang dikenakan kepada PPK karena terjadinya cidera janji/wanprestasi yang tercantum dalam Kontrak.
  2. Dalam hal Penyedia terlambat menyelesaikan pekerjaan maka Penyedia hanya dikenakan denda keterlambatan.
  3. Besarnya denda kepada Penyedia atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan adalah:
    1. 1/1000 (satu perseribu) dari sisa harga bagian Kontrak yang belum dikerjakan, apabila bagian pekerjaan yang sudah dilaksanakan dapat berfungsi;
    2. 1/1000 (satu perseribu) dari harga Kontrak, apabila bagian pekerjaan yang sudah dilaksanakan belum berfungsi;
    3. pilihan denda huruf a) atau huruf b) dituangkan dalam Dokumen Kontrak.
  4. Besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran adalah sebesar bunga dari nilai tagihan yang terlambat dibayar, berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu menurut ketetapan Bank Indonesia, atau dapat diberikan kompensasi sesuai ketentuan dalam Dokumen Kontrak.
  5. Tata cara pembayaran denda dan/atau ganti rugi diatur dalam Dokumen Kontrak.
Penghentian Dan Pemutusan Kontrak
  1. Penghentian Kontrak dapat dilakukan karena pekerjaan sudah selesai atau terjadi Keadaan Kahar.
  2. Dalam hal Kontrak dihentikan, maka PPK wajib membayar kepada Penyedia sesuai dengan prestasi pekerjaan yang telah dicapai.
  3. Pemutusan Kontrak dilakukan apabila:
    1. kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak;
    2. berdasarkan penelitian PPK, Penyedia tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;
    3. setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan;
    4. Penyedia lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;
    5. Penyedia terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau
    6. pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN dan/atau pelanggararan persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.
  4. Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia:
    1. Jaminan Pelaksanaan dicairkan;
    2. sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia atau Jaminan Uang Muka dicairkan (apabila diberikan);
    3. Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatan terhadap bagian kontrak yang terlambat diselesaikan sebagaimana ketentuan dalam kontrak, apabila pemutusan kontrak tidak dilakukan terhadap seluruh bagian kontrak; dan
    4. Penyedia dimasukkan dalam Daftar Hitam.
  5. Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena PPK terlibat penyimpangan prosedur, melakukan KKN dan/atau pelanggararan persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan, maka PPK dikenakan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Selain itu khusus untuk pekerjaan konstruksi dapat pula menggunakan referensi dari Peraturan Menteri PU Nomor 07/PRT/M/2011 tanggal 3 Mei 2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, dimana dalam ketentuan tersebut diatur tentang Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan dan Kontrak Kritis, antara lain :
  1. Apabila penyedia terlambat melaksanakan pekerjaan sesuai jadwal, maka PPK harus memberikan peringatan secara tertulis atau dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis
  2. Kontrak dinyatakan kritis apabila :
    1. Dalam periode I (rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari kontrak), realisasi fisikpelaksanaan terlambat lebih besar dari 10% dari rencana
    2. Dalam periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak), realisaasi fisik pelaksanaan terlambat lebih dari 5% dari rencana.
    3. rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, realisasi fisik, pelaksanaan terlambat kurang 5% dari rencana dan akan melampaui tahun anggaran berjalan.
  3. Penanganan kontrak kritis.
    Dalam hal keterlambatan tersebut dan penanganan kontrak kritis dilakukan dengan rapat pembuktian (show cause meeting/SCM) :
    1. Pada saat kontrak dinyatakan kritis direksi pekerjaan menerbitkan surat peringatan kepada penyedia dan selanjutnya menyelenggarakan SCM.
    2. Dalam SCM direksi pekerjaan, direksi teknis dan penyedia membahas dan meyepakati besaran kemajaun fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu ( uji coba pertama) yang dituangkan dalam berita acara SCM tingkat tahap I.
  4. Apabila penyedia gagal pada tahap uji coba pertama, maka harus diselenggarakan SCM Tahap II yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (Uji coba kedua) yang dituangkan dalam berita acara SCM tahap II.
  5. Apabila penyedia gagal pada uji coba kedua, maka harus diselenggarakan SCM Tahap III yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba ketiga) yang dituangkan dalam berita acara SCM. Tahap III
  6. Pada setiap Uji coba yang gagal, PPK harus menerbitkan surat peringatan kepada penyedia atas keterlambatan realisasi fisik pelaksaanaan pekerjaan.
  7. Dalam hal keterlambatan setelah dilakukan rapat bersama atasan PPK sebelum tahun anggaran berakhir dapat langsung memutuskan kontrak secara sepihak dengan mengesampingkan pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Apabila berdasarkan ketentuan tersebut maka pemutusan kontrak adalah solusi terakhir yang bisa diambil karena secara manusiawi apapun kesalahannya maka apabila terjadi pemutusan kontrak maka pengenaan sanksi dimasukan dalam Daftar Hitam merupakan hal yang wajib sifatnya.
Oleh karena itu Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 memberikan kesempatan dengan Masa Penyelesaian Pekerjaan selambat-lambatnya 50 hari kalender, namun masalah penyelesaian sisa pembayaran fisik pada masa penyelesaian pekerjaan tersebutlah yang menjadi masalah dalam mekanisme pengelolaan keuangan
Kesimpulan dan rekomendasi.
Pemberian Masa Kesempatan untuk Penyelesaian Pekerjaan kepada Penyedia Barang/Jasa maksimal 50 (lima puluh) Hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan kontrak pada dasarnya memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sepanjang proses dan mekansimenya sesuai dengan yang ditetapkan oleh ketentuan tersebut.
Bagi pengadaan barang/jasa yang bersumber dari dana APBN telah diatur secara teknis dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 37/Pb/2012 tentang Langkah langkah menghadapi Akhir Tahun Anggaran 2012 dimana mekanismenya sudah cukup terinci dengan jelas.
Namun untuk pengadaan barang/jasa yang bersumber dari dana APBD secara teknis perlu dibuatkan aturan yang lebih teknis agar dalam menerapkannya tidak multitafsir, aturan teknis tersebut dapat berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri, Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/Walikota (sebagaimana telah dilakukan di beberapa daerah seperti : Pemerintah Kota Surabaya dengan Surat Edaran Walikota, Pemerintah Kota Depok dengan Peraturan Walikota, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dengan Peraturan Bupati dan banyak lagi Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang sudah membuat aturan tentang ini), salah satu dasar dari Kewenangan Kepala Daerah tersebut dalam berlandaskan ketentuan Pasal 5 ayat (a) Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dimana Gubernur/Bupati/Walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah memiliki kewenangan menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD).
Berdasarkan ketentuan tersebut maka, penulis merekomendasikan untuk solusi akhir tahun adalah sebagai berikut :
1. Untuk Pengadaan Barang/Jasa yang bersumber dari APBN disarankan langkah-langkah sebagai berikut
a.   Penyedia Barang/Jasa mengajukan permohonan secara tertulis untuk masa penyelesaian pekerjaan kepada Kuasa PA melalui PPK dengan menyatakan bahwa :
  1. Pernyataan kesanggupan menyelesaikan sisa pekerjaan;
  2. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan;
  3. Bersedia dikenakan denda atas kelambatan pelaksanaan pekerjaan;
b.   PPK bersama Tim Teknis melakukan penelitian penyebab keterlambatan serta melakukan penghitungan berapa lama masa penyelesaian pekerjaan tersebut dapat diberikan. Penyebab keterlambatan yang termasuk katagori €Å“ akibat di luar kendali penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa (C) €Å“, menurut penulis antara  lain : keterlambatan penyerahan lapangan oleh PPK atau penerbitan SPMK akibat masalah perijinan, penghapusan bangunan dll, gagal produksi barang di tingkat pabrik, gangguan dalam pengiriman (import) barang, peristiwa akibat di luar kendali penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa (force majeure) dll.
c.   Apabila disetujui dilakukan adendum kontrak yang menyangkut :
  1. Pasal sumber dana, semula sumber dana DIPA Tahun berkenaan kemudian di rubah menjadi DIPA tahun anggaran berkenaan dan sisa penyelesaian pekerjaan dibayar melalui DIPA tahun anggaran berikutnya;
  2. Pasal pembayaran dimana pada akhir masa kontrak dibayar sesuai dengan prestasi pekerjaan yang dicapai (dikurangi pelunasan sisa uang muka dan denda selama masa penyelesaian pekerjaan);
  3. Pasal waktu pelaksanaan dirubah semula jangka waktu pelaksanaan (misal 100 hari kalender) dirubah menjadi jangka waktu pelaksanaan ditambah masa penyelesaian pekerjaan (misal 100 hari kalender dan masa penyelesaian pekerjaan selambat-lambatnya 50 hari kalender);
  4. Pasal pemutusan kontrak ditambahkan bahwa apabila setelah masa penyelesaian pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, maka akan dilakukan pemutusan kontrak dan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal 93 ayat (2) Perpres No.70 tahun 2012.
d.   Kuasa PA menyampaikan pemberitahuan kepada KPPN atas pekerjaan yang akan dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya;
e.   Penyedia Barang/Jasa menyampaikan Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% dari nilai sisa pekerjaan yang akan diselesaikan kepada Kuasa PA;
f.    Dalam hal alokasi untuk pelaksanaan pekerjaan dimaksud belum tersedia dalam DIPA Tahun Anggaran berikutnya, Kuasa PA mengajukan revisi DIPA/POK untuk mengalokasikan anggaran atas pekerjaan yang dilanjutkan tersebut
2.   Untuk Pengadaan Barang/Jasa yang bersumber dari APBD, disarankan langkah-langkah sebagai berikut :
a.   Penyedia Barang/Jasa mengajukan permohonan secara tertulis untuk masa penyelesaian pekerjaan kepada Pengguna Anggaran melalui PPK dengan menyatakan bahwa :
  1. Pernyataan kesanggupan menyelesaikan sisa pekerjaan;
  2. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan;
  3. Bersedia dikenakan denda atas kelambatan pelaksanaan pekerjaan;
b.   Pengguna Anggaran, PPK bersama Tim Teknis melakukan penelitian penyebab keterlambatan serta melakukan penghitungan berapa lama masa penyelesaian pekerjaan tersebut dapat diberikan.
Penyebab keterlambatan yang termasuk katagori €Å“ akibat di luar kendali penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa (C) €Å“, antara  lain : keterlambatan penyerahan lapangan oleh PPK atau penerbitan SPMK akibat masalah perijinan, penghapusan bangunan dll, gagal produksi barang di tingkat pabrik, gangguan dalam pengiriman (import) barang, peristiwa akibat di luar kendali penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa (force majeure) dll.
c.   Apabila disetujui dilakukan adendum kontrak yang menyangkut :
  1. Pasal sumber dana, semula sumber dana DPA Tahun berkenaan kemudian di rubah menjadi DPA tahun anggaran berkenaan dan sisa penyelesaian pekerjaan dibayar melalui DPA tahun anggaran berikutnya atau DPA pada Perubahan APBD tahun anggaran berikutnya;
  2. Pasal pembayaran dimana pada akhir masa kontrak dibayar sesuai dengan prestasi pekerjaan yang dicapai (dikurangi pelunasan sisa uang muka dan denda selama masa penyelesaian pekerjaan);
  3. Pasal waktu pelaksanaan dirubah semula jangka waktu pelaksanaan (misal 60 hari kalender) dirubah menjadi jangka waktu pelaksanaan ditambah masa penyelesaian pekerjaan (misal 60 hari kalender dan masa penyelesaian pekerjaan selambat-lambatnya 50 hari kalender);
  4. Pasal pemutusan kontrak ditambahkan bahwa apabila setelah masa penyelesaian pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, maka akan dilakukan pemutusan kontrak dan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal 93 ayat (2) Perpres No.70 tahun 2012.
d.   Pengguna Anggaran mengusulkan kepada Kepala Daerah dan/atau TAPD untuk mengalokasikan dana dalam tahun anggaran berikutnya bagi pembayaran biaya kontrak atas penyelesaian pengadaan barang/jasa tahun anggaran berkenaan;
e.   Penyedia Barang/Jasa menyampaikan Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% dari nilai sisa pekerjaan yang akan diselesaikan kepada PPK;
f.    Dalam hal alokasi untuk pelaksanaan pekerjaan dimaksud belum tersedia dalam DPA Tahun Anggaran berikutnya, Pengguna Anggaran mengajukan dalam Perubahan APBD untuk mengalokasikan anggaran atas pekerjaan yang dilanjutkan tersebut.
g.   Perlu dibuat mekanisme penyusunan DPAL SKPD dengan Peraturan Kepala Daerah mengingat proses tidak selesainya pekerjaan baru dapat diketahui di akhir masa kontrak dan biasanya menjelang akhir tahun anggaran, sehingga pemberian masa penyelesaian pekerjaan ini dapat terjamin dari sisi pengelolaan keuangan.
Mudah mudahan tulisan yang sederhana ini dapat menjadi referensi atau memberikan jalan keluar bagi penanganan pengadaan barang/jasa yag belum/tidak selesai dalam tahun anggaran berjalan.

DAFTAR PUSTAKA
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keungan Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, www.bapenas.go.id, 2010;
Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, www.setneg.go.id, 2010;
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, www.setneg.go.id, 2010.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, www.depdagri.go.id, 2010.
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, www.lkpp.go.id, 2010.
Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, www.lkpp.go.id, 2011.
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, www.lkpp.go.id, 2012.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, www.depdagri.go.id, 2010.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, www.depdagri.go.id, 2010.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, www.depdagri.go.id, 2010.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, www.djpp.depkumham.go.id, 2012.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 112/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, www.anggaran.depkeu.go.id, 2012.
Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 14 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, www.lkpp.go.id, 2012.
Peraturan Menteri PU Nomor 07/PRT/M/2011 tanggal 3 Mei 2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, www.pu.go.id, 2012.
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Nomor PER-37/PB/2012 tentang Langkah langkah dalam menghadapi akhir Tahun Anggaran 2012, www.anggaran.depkeu.go.id, 2012.


Postingan Populer