IconIconIconIcon


Rabu, 11 Desember 2013

MEMILIH DOKUMEN ATAU MEMILIH PENYEDIA BARANG/JASA ?

Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa.
Kalimat ini merupakan penggalan Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya dan merupakan defenisi mendasar mengenai pengertian pengadaan barang/jasa.

Dari kalimat tersebut amat jelas terlihat bahwa tujuan utama dari pengadaan barang/jasa adalah diperolehnya barang/jasa yang sesuai dengan kebutuhan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Institusi (K/L/D/I), yang telah direncanakan sebelumnya.
Namun, sesuai dengan konsep dasar pengadaan, barang/jasa yang baik harus pula disediakan oleh penyedia barang/jasa yang baik sehingga dikenal istilah Kualifikasi yang merupakan penilaian terhadap kompetensi atau kemampuan penyedia barang/jasa dalam menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan.
Berdasarkan konsep tersebut, maka dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, ada 2 hal yang dipilih, yaitu barang/jasa itu sendiri serta penyedia barang/jasa yang berbentuk badan usaha atau perseorangan.
Untuk membuktikan penyedia barang/jasa tersebut memenuhi kualifikasi, maka dilakukan penilaian kualifikasi terhadap badan usaha/perseorangan sesuai ketentuan Pasal 19 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya, sedangkan untuk membuktikan bahwa penyedia barang/jasa mampu menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan maka dilakukan penilaian terhadap dokumen penawaran penyedia yang terdiri atas penilaian administrasi, teknis, dan harga.
Nah, pada saat penilaian inilah mulai terjadi pergeseran tujuan evaluasi pengadaan barang/jasa, yaitu dari yang sebelumnya untuk menilai penyedia barang/jasa dan barang/jasa yang ditawarkan menjadi sekedar menilai dokumen kualifikasi dan penawaran yang diajukan.
Filosofi dasar mulai terlupakan dan hanya fokus terhadap hal-hal yang tertuang dalam dokumen semata.
Contohnya, untuk membuat kapal, tentu penyedia barang/jasa harus memiliki sumber daya manusia, teknis, modal, dan peralatan yang mencukupi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut (Pasal 19 ayat 1 huruf e), namun karena hanya percaya dengan dokumen yang diajukan maka surat pernyataan memiliki galangan atau bahkan surat dukungan galangan sudah dianggap mencukupi dalam pelaksanaan evaluasi kualifikasi. Pokja ULP juga tidak melakukan peninjauan lapangan terhadap pemenuhan persyaratan tersebut dan percaya 100% terhadap apa yang tertulis. Efeknya di lapangan pada saat penyedia ini dinyatakan menang, maka pelaksanaan pekerjaan utama yang seharusnya tidak boleh disubkontrakknya malah diserahkan kepada pihak lain atau pihak yang mendukung secara dokumen. Apa bedanya penyedia barang/jasa dengan broker bin makelar?
Disisi lain, karena fokus terhadap pemenuhan administrasi, kesalahan dalam menempelkan meterai, tidak menggunakan kertas kop perusahaan, salah tujuan surat penawaran, atau kesalahan administratif lainnya menyebabkan penawaran terendah dan sebenarnya mampu dari sisi teknis menjadi tidak lulus dan digugurkan pada tahap administrasi.
Jadi penulis berpikir, kita ini sebenarnya mau memilih dokumen atau memilih penyedia dan barang/jasa?
Alangkah baiknya regulasi ke depan, lebih mengutamakan hasil daripada proses, selama bukan kesalahan yang substantif dan tidak mempengaruhi lingkup, kualitas, dan hasil/kinerja pekerjaan. Lebih baik lagi apabila otomatisasi pengadaan barang/jasa lebih dipercepat, sehingga penyedia yang tidak kompeten secara sistem tidak akan bisa mengikuti lelang secara elektronik, juga pada saat pemasukan dan evaluasi penawaran lebih fokus kepada teknis dan harga saja.
Intinya, kita harus fokus memilih penyedia dan barang/jasa bukan memilih dokumen.
Khalid Mustofa..


Postingan Populer