IconIconIconIcon


Rabu, 29 Juni 2016

PEDOMAN PENCATATAN SISA BARANG YANG TIDAK HABIS TERPAKAI KE DALAM APLIKASI PERSEDIAAMN

Surat Dirjen Perbendaharaan Nomor S-2318/PB.6/2016 Tanggal 17 Maret 2016 Tentang : Pedoman Pencatatan Sisa Barang yang Tidak Habis Terpakai ke Dalam Aplikasi Persediaan

Minggu, 03 April 2016

BUKTI AUDIT DALAM PEMERIKSAAN PAJAK VERSUS BUKTI AUDIT DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN

Bukti audit mempunyai peranan penting bagi pemeriksa (auditor) dalam mengambil kesimpulan atas audit yang sedang dilakukannya.
1.Pengertian Bukti
Arens, Elder, dan Beasley (2012: 24) memberikan pengertian bukti (evidence) sebagai berikut: “Evidence is any information used by auditor to determine whether the information being audited is stated in accordance with the established criteria.”
Definisi tersebut menyatakan bahwa bukti adalah segala informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang sedang diaudit dinyatakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Dalam konteks pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum (pemberian opini) tentunya kriteria yang telah ditetapkan adalah Standar Akuntasi Keuangan. Sedangkan dalam konteks pemeriksaan pajak, kriteria yang ditetapkan adalah Undang-undang Perpajakan beserta peraturan pelaksanaannya.

SANKSI BAGI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN YANG TIDAK MENYERAHKAN BUKTI PEMOTONGAN

Siapakah Pemotong/Pemungut Pajak Penghasilan?
> Pajak Penghasilan pasal 21/pasal 26
Pemotong PPh pasal 21/pasal 26 sesuai Pasal 21 Undang-Undang PPh dan Peraturan Dirjen Pajak No.31/PJ/2012 adalah:
a.                   pemberi kerja yang terdiri dari:bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
    1. orang pribadi dan badan;
    2. cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.

ATURAN YANG BERSIFAT KHUSUS MENGESAMPINGKAN ATURAN YANG BERSIFAT UMUM.

Secara umum Hukum Pajak dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni Hukum Pajak material dan Hukum Pajak formal.

Pertama, Hukum Pajak material. Hukum Pajak material memuat norma-norma yang menerangkan: 
-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenai pajak (obyek pajak)
-Siapa-siapa yang harus dikenai pajak (subyek pajak/wajib pajak)
-Berapa besarnya pajak
-Peraturan-peraturan yang memuat kenaikan-kenaikan, denda-denda
-Peraturan-peraturan yang memuat hukuman-hukuman terhadap ketentuan perpajakan
-Perturan-peraturan tentang tata cara pembebasan dan pengembalian pajak
-Peraturan-peraturan tentang hak mendahului dari fiskus (kas negara)

MASA KONTRAK VS MASA PELAKSANAAN PEKERJAAN

Salah satu pertanyaan yang sering sulit dijawab oleh pelaksana pengadaan barang/jasa adalah apa perbedaan antara masa kontrak dengan masa pelaksanaan pekerjaan.
Sebagian besar jawaban yang sering disampaikan adalah keduanya sama saja. Atau yang disebut dengan masa kontrak/masa berlakunya kontrak itu sama dengan masa pelaksanaan pekerjaan.
Hal ini sering menjadi permasalahan khususnya pada akhir tahun anggaran dalam hal pencairan pembayaran atau untuk perhitungan denda pelaksanaan pekerjaan.
Apakah benar bahwa masa kontrak itu sama dengan masa pelaksanaan pekerjaan? Apabila iya, maka beberapa ilustrasi di bawah ini mungkin dapat menjadi renungan.

MEMAHAMI PRAKTIK-PRAKTIK YANG MEMICU TINDAK PIDANA DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH

Penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa yang merugikan keuangan negara merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi. Definisi korupsi itu sendiri diatur di dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Definisi didalam pasal tersebut memuat unsur-unsur; secara melawan hukum; memperkaya diri sendiri; orang lain atau suatu korporasi; yang dapat menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.

Kamis, 11 Februari 2016

S-1690/PB/2015 TENTANG HAL PENATAUSAHAAN DOKUMEN SUMBER DALAM RANGKA PELAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL TAHUN 2015

Sehubungan dengan pelaksanaan akuntansi Pemerintah Pusat berbasis akrual pada TA. 2015, dapat kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut:
  1. Telah diterbitkan PMK Nomor 270/PMK.05/2014 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintah Pusat sebagai panduan pelaksanaan akuntansi Pemerintah Pusat berbasis akrual pada satker Kementerian Negara/Lembaga.

Kamis, 04 Februari 2016

REVISI DIPA




Mekanisme Penyelesaiaan revisi DIPA pada Kanwil DJPB;
  1. Kuasa Pengguna DIPA (KPA)menyiapkan usulan Revisi DIPA beserta data dan dokumen pendukung.
  2. KPA menyampaikan usulan Revisi DIPA kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPB).
  3. Dalam hal Revisi DIPA memerlukan persetujuan Eselon I KPA mengajukan usulan Revisi DIPA kepada Eselon I untuk mendapatkan persetujuan.


Postingan Populer

Arsip Blog