Pejabat Pembuat Komitmen atau yang biasa disingkat PPK dalam dunia pengadaan barang dan jasa adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk pengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah (Pasal 1 angka 10 Perpres No.16 Tahun 2018). PPK dapat dijabat oleh pejabat struktural ataupun fungsional dengan tugas/kewenanngan dalam sebuah jabatan ASN.
Kegiatan
pengadaan barang dan jasa yang berlandaskan pada kontrak/perjanjian,
merupakan kegiatan yang membutuhkan banyak pemahaman dan atau kemampuan
mulai dari perencanaan pengadaan sampai selesainya pekerjaan yang
terdiri dari tahapan perencanaan pengadaan, pelaksanaan
pengadaan/pekerjaan dan pengendalian, penandatangan kontrak/perjanjian,
dan melaporkan dan menyerahkan hasil pekerjaan. Sehingga PPK bertanggung
jawab secara administrasi, teknis dan finansial terhadap pengadaan
barang dan jasa.
Dengan demikian PPK mewakili SKPD-nya
dalam membuat perikatan atau perjanjian dengan pihak lain, tanpa
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berarti instansi tersebut tidak bisa
melakukan perjanjian dengan pihak lain. Berhasil dan tidaknya proses
suatu pengadaan barang dan jasa pada satu instansi tergantung pada
Pejabat Pembuat Komitmen. Ini berarti bahwa tugas pokok Pejabat Pembuat
Komitmen berkaitan erat dengan penggunaan anggaran negara atau
pengelolaan keuangan, karena itu dalam pelaksanaannya menuntut suatu
keahlian dan ketelitian serta tanggung jawab yang berbeda dengan tugas
pokok seorang pegawai administrasi lainnya. Kesalahan dalam pelaksanaan
tugas PPK akan berakibat timbulnya kerugian negara yang berujung pada
tuntutan ganti rugi atau tuntutan lainnya.
Di
era lama, orang menganggap jabatan PPK merupakan "lahan basah", karena
‘memakmurkan’ orang yang menjabatnya. Sehingga banyak pejabat struktural
kadang berlomba-lomba untuk menjadi PPK. Tetapi di era reformasi saat
ini, jabatan PPK menjadi momok bagi birokrat. Alasannya tidak lain
karena PPK sangat rentan dengan masalah hukum, terkait dengan
pelaksanaan kontrak. Akan sangat lazim kita jumpai kasus tindak pidana korupsi terkait Pengadaan Barang/Jasa,
pastilah menyeret PPK dan penyedia barang/jasa. Hal ini merupakan
konsekuensi yuridis dari dokumen kontrak yang dibuat oleh PPK dan
Penyedia.
Personil
kegiatan pengadaan sendiri antara lain PA/KPA, PPK, Unit Layanan
Pengadaan, Panitia Pengadaan, Pejabat Pengadaan dan Pejabat Penerima
Hasil Pekerjaan. Perubahan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
Tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah menjadi Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebabkan
adanya perubahan tugas Perjabat Pembuat Komitmen (PPK). Di bawah ini
akan dijelaskan mengenai pembahasan tugas pokok dan wewenang Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) berdasar Perpres No. 16 Tahun 2018.
Tugas Pokok dan Wewenang PPK (Perpres 16/2018, Pasal 11)
PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas:
menyusun perencanaan pengadaan;
menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
menetapkan rancangan kontrak;
menetapkan HPS;
menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
menetapkan tim pendukung;
menetapkan tim atau tenaga ahli;
melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
mengendalikan Kontrak;
melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA;
menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/ KPA dengan berita acara penyerahan;
menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
menilai kinerja Penyedia.
Selain
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan
tugas pelimpahan kewenangan dari PA/ KPA, meliputi:
melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan
mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
Beberapa Catatan Kesimpulan Tugas PPK sebagai berikut;
Menyusun Perencanaan pengadaan = menyusun spek, HPS dan rancangan kontrak
Menetapkan tim pendukung seperti tenaga administrasi, direksi lapangan, direksi teknis
Menetapkan
tim atau tenaga ahli yaitu tim atau orang yang kompeten melaporkan
pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA, untuk Prepres
16/2018 serah terima dengan penyedia dilakukan oleh PPK ( bukan oleh
PPHP lagi), maka PPK dapat melakukan sendiri, atau dibantu tim
pendukung, tim atau tenaga ahli dan atau konsultan pengawas
Melaksanakan
E-purchasing = PPK dapat langsung bertransaksi produk-produk katalaog.
PPK bisa melakukan sendiri epurchasing. Sedangkan nilai s.d Rp 200jt
oleh pejabat pengadaan
Menilai kinerja Penyedia yaitu menilai pelaksanaan kontrak oleh penyedia
PPK dapat dibantu oleh Pengelola pengadaan barang / jasa = dibantu oleh jabatan fungsional pengadaan barang/jasa
Catatan :
PPK ditetapkan oleh PA (Pengguna Anggaran), Pasal 9 Ayat 1 huruf g Perpres 16/2108 ;
PPK memiliki kewenangan menandatangani kontrak sebagai pelimpahan kewenangan dari PA/KPA ;
Dalam hal tidak ada personel yang dapat ditunjuk, KPA dapat merangkap sebagai PPK ;
PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa ;
Setelah Pekerjaan selesai 100%, PPK memeriksa, menerima Pekerjaan dan menandatangani Berita Acara Serah Terima.
PPK
menetapkan Pengenaan sanksi denda keterlambatan dalam Kontrak sebesar
satu permil dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap
hari keterlambatan ;
PPK wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang pengadaan barang/jasa paling lambat Desember 2023 ;
PPK dapat mengusulkan Pengenaan Sanksi Daftar Hitam ;
PPK dapat dibantu oleh Pengeolal Pengadaan.
Tugas-tugas lain dari PPK selain tersebut di atas antara lain :
Mengusulkan kepada PA/KPA :
Perubahan paket pekerjaan, dan/atau
Perubahan jadwal kegiatan pengadaan
Menetapkan tim pendukung
Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas Unit Layanan Pengadaan
Menetapkan
besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada penyedia
barang/jasa.Sedangkan berdasarkan pasal 13 Perpres No. 54 Tahun 2010,
PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani kontrak
dengan penyedia barang/jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak
cukup tersedia anggaran yang dapat mengakibatkn dilampauinya batas
anggaran yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai dari APBN/APBD.
Syarat-syarat Menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Sebelumnya
telah dijelaskan mengenai tugas pokok PPK atau dalam bahasa inggrisnya
The commitment maker official, lalu sebenarnya apa sajakah syarat-syarat
seseorang bisa menduduki jabatan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK)? Berikut ini uraiannya.
Dalam Perpres 54 Tahun 2010 pasal 12 ayat 2, syarat menjadi PPK tersurat dengan tegas :
memiliki integritas;
memiliki disiplin tinggi;
memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;
mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;
menandatangani Pakta Integritas;
tidak menjabat sebagai pengelola keuangan; dan
memiliki
Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.Kemudian dijelaskan lagi
bahwa persyaratan manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
adalah:
berpendidikan
paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang
sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan;
memiliki
pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam
kegiatan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa; dan
memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya.
Lalu
muncul pertanyaan, jika sudah menjabat sebagai pejabat eselon ingin
menjadi PPK apakah harus memenuhi syarat di atas?. Oh tentu saja, syarat
diatas merupakan syarat mutlak untuk menjadi PPK. Bahkan, PPK tidak
harus dijabat oleh seseorang yang mempunyai eselon.
Tugas PPK pada Setiap Tahapan Pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa
Tahap Perencanaan Kontrak
Pada
tahap awal sebelum pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan, sebagai
seorang yang ditunjuk sebagai komandan pengadaan barang/jasa, PPK dapat
mengundang UKPBJ/pejabat pengadaan dan tim teknis untuk mengkaji ulang tentang Rencana Umum Pengadaan (RUP)
yang telah ditetapkan oleh PA/KPA dalam rapat koordinasi awal. Dalam
rangka mengkaji ulang kebijakan umum tersebut PPK bersama tim teknis
maupun Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan dapat mere-view hal-hal
:
1.
Apakah kajian ulang pemaketan pekerjaan sudah mengakomodir unsur-unsur
prinsip pengadaan seperti dalam pasal 5 Perpres 54 tahun 2010 antara
lain unsur effisiensi, effektifitas, transparan, terbuka, bersaing,
adil/tidak diskriminatif dan akuntabel serta mendorong persaingan sehat,
meningkatkan peran usaha kecil dan penggunaan produksi dalam negeri.
2.
Apakah kajian ulang biaya yang tercantum didalam rencana umum pengadaan
masih layak untuk dilaksanakan pada saat pekerjaan fisik dilaksanakan.
Hal ini dipertimbangkan karena proses pengajuan anggaran (pagu) biasanya
memerlukan waktu yang cukup lama hingga persetujuan anggaran.
Pengkajian ulang pemaketan pekerjaan dapat dilakukan berdasarkan survei
pasar.
3.
Apakah kajian ulang paket-paket sebagaimana rencana umum pengadaan
masih dapat digabungkan dan/atau dipecah demi effektifitas dan
effisiensi sejauh tidak untuk menghindari pelelangan dan tidak
menghalangi pengusaha kecil untuk ikut serta.
4.
Apakah kajian tentang Kerangka Acuan Kerja, Spesifikasi teknis dan
Gambar, waktu pelaksanaan dan hal-hal lain yang dapat merubah lingkup
dan output pekerjaan.
5. Berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dituangkan dalam Berita Acara :
Apabila
PPK dan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan sepakat untuk merubah
Rencana Umum Pengadaan (RUP) maka perubahan tersebut diusulkan oleh PPK
kepada PA/KPA untuk ditetapkan kembali;
Apabila
ada perbedaan pendapat antara PPK dengan Unit Layanan Pengadaan
/Pejabat Pengadaan terkait Rencana Umum Pengadaan maka PPK mengajukan
permasalahan ini kepada PA/KPA untuk diputuskan; dan putusan PA/KPA
bersifat final.
Berdasar
kesepakatan PPK dan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan dan/atau
keputusan PA/KPA, maka PPK menetapkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan yang
meliputi: kebijakan umum, rencana penganggaran biaya dan Kerangka
Acuan Kerja. Dan selanjutnya PPK menyerahkan Rencana Pelaksanaan
Pengadaan kepada Unit Layanan Pengadaan (ULP) sebagai bahan untuk
menyusun Dokumen Pengadaan (Perpres 54 tahun 2010, hal 177).
Menetapkan Spesifikasi Teknis Barang/ Jasa
Dalam
Perpres 70 tahun 2012 pasal 11 ayat 1.a.1. menyebutkan bahwa salah satu
tugas PPK adalah menetapkan spesifikasi teknis barang/jasa. Penyusunan
spesifikasi teknis merupakan hak PPK dan tugas ini adalah sangat riskan
dan krusial, karena spesifikasi merupakan dasar dalam proses pengadaan
barang/jasa dan tidak boleh mengarah pada merek/brand tertentu. Setiap
penawaran dari penyedia barang/jasa harus memenuhi spesifikasi teknis
yang telah ditentukan dalam dokumen pengadaan.
Yang
menjadi permasalahan adalah, luasnya ruang lingkup pengadaan
barang/jasa bila dibandingkan dengan ruang lingkup pengetahuan PPK.
Seorang PPK harus memahami spesifikasi teknis pengadaan barang,
pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Seorang PPK
tidak bisa berlindung dibalik tim teknis atau tim pendukung yang
menyiapkan spesifikasi teknis. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik
konsultan perencana dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Walaupun
sebagian kegiatan perencanaan memang harus diserahkan kepada ahlinya,
namun pokok pikiran serta inti dari spesifikasi tetap harus dipahami
oleh PPK. PPK tidak boleh berucap “saya lulusan sosial, jadi tidak paham
bangunan.” Apabila ditemukan kesalahan perencanaan konstruksi, maka
oleh penyidik atau pemeriksa tetap akan diminta pertanggungjawabannya.
Disini dituntut keluasan pengetahuan dan pengalaman dari seorang PPK
(Khalid Mustafa).
Menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Tugas lainnya dari PPK adalah menyusun
HPS. PPK menyusun HPS yang dikalkulasikan secara keahlian dan
berdasarkan data yang dapat dipertanggung jawabkan dan riwayat HPS harus
didokumentasi oleh PPK secara baik.
Untuk mengetahui lebih detail mengenai langkah dalam penyusunan HPS dan fungsi HPS sendiri bisa dibaca disini.
Sesuai
dengan pasal 66 ayat (7) Perpres 70 tahun 2012 menyebutkan bahwa
penyusunan HPS dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang
dapat dipertanggungjawabkan meliputi :
Harga
pasar setempat yaitu harga barang/jasa dilokasi barang/jasa
diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan
barang dan jasa.
Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
Informasi
harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan
sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan
Daftar biasa/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal
Biaya kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya
Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia
Hasil perbandingan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain
Perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer’s estimate)
Norma index, dan/atau
Informasi
lain yang dapat dipertanggung jawabkan.Kasus yang paling banyak menimpa
pelaksanaan pengadaan barang/jasa adalah kasus mark up dan salah satu
penyebabnya terletak pada penyusunan HPS. Berikut ini postingan
sebelumnya, mengenai Panduan Penyusunan HPS agar Tidak Terkena Kasus Mark-up dan Tidak Gagal Lelang.
Memang dalam menyusun HPS membutuhkan keahlian tersendiri, selain harus
memahami karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga
harus mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut. Harga barang
pabrikan tentu saja berbeda dengan harga distributor apalagi harga
pasar.
Yang
paling sering terjadi, entah karena kesengajaan atau karena
ketidaktahuan, PPK menyerahkan perhitungan HPS kepada penyedia
barang/jasa atau malah kepada broker bin makelar yang melipatgandakan
harga tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok. PPK
langsung mengambil harga tersebut tanpa melakukan cek and recheck lagi.
Akibatnya pada saat pengadaan selesai dan dilakukan pemeriksanaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
atau aparat hukum lainnya, ditemukan mark up harga dan mengakibatkan
kerugian negara. Lagi-lagi karena ketidaktahuan dan keinginan kerja
cepat dan tidak teliti menjerumuskan PPK ke ranah hukum.
Memilih Jenis Kontrak yang akan Digunakan
Tugas
lain dari PPK adalah membuat rancangan kontrak sesuai dengan Perpres 70
tahun 2012 pasal 11 ayat 1.a.3. Kontrak merupakan ikatan utama antara
penyedia barang/jasa dengan PPK. Draft kontrak seyogyanya berisi hal-hal
yang harus diperhatikan oleh penyedia sebelum memasukkan penawaran.
Karena dari draft kontrak inilah akan ketahuan ruang lingkup pekerjaan,
tahapan, hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memulai pekerjaan,
bagaimana proses pemeriksaan dan serah terima, serta hal-hal lain yang
dapat mempengaruhi nilai penawaran penyedia.
Ada beberapa jenis kontrak dalam pengadaan barang/jasa yang harus diketahui dan dipahami oleh PPK. Hal ini bertujuan agar PPK mampu memastikan kesesuaian antara jenis kontrak dengan jenis pekerjaan. Apa dan kapan harus menggunakan kontrak lumpsum, kontrak harga satuan, gabungan lumpsum dan harga satuan, kontrak persentase, kontrak terima jadi, kontrak tahun tunggal, dan kontrak tahun jamak.
Itu baru dari sisi jenis kontraknya. Belum membahas mengenai
syarat-syarat umum kontrak (SSUK) dan syarat-syarat khusus kontrak
(SSKK). Perlakuan terhadap pekerjaan yang bersifat kritis juga harus
berbeda dengan perlakukan pekerjaan rutin. Bahkan untuk pekerjaan yang
dilaksanakan menjelang akhir tahun anggaran harus memperhatikan klausul
denda, batas akhir pekerjaan, dan pembayaran, khususnya apabila
pekerjaan melewati batas pembayaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara.
Menerbitkan SPPBJ
Unit Layanan Pengadaan/Panitia Lelang menyampaikan Berita Acara Hasil Pemeriksaan kepada PPK sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ). PPK menerbitkan SPPBJ dengan ketentuan tidak ada sanggahan dari peserta, maupun sanggahan banding.
Walaupun
ketentuan penerbitan SPPBJ telah dipersiapkan secara matang oleh
ULP/panitia pengadaan, sebaiknya PPK meneliti ulang Berita Acara Hasil
Pelelangan yang diserahkan oleh Unit Layanan Pengadaan/Panitia
Pengadaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan mere-view Berita Acara
Hasil Pemeriksaan diantaranya :
Cek
proses pelaksanaan pemilihan. Jika PPK melihat adanya kesalahan
prosedur pemilihan yang dihasilkan oleh Unit Layanan Pengadaan /Panitia
Pengadaan dengan data dan bukti, PPK berhak mengembalikannya kepada Unit
Layanan Pengadaan.
Cek Harga Penawaran dengan Total HPS. Nilai penawaran di bawah 80% dari HPS, atau di atas 80% dari HPS.
Cek
Kemampuan Personil. Jika PPK memandang personil tidak kompeten, PPK
berhak meminta pengganti personil dengan tenaga yang dipersyaratkan.Jika
proses pemilihan yang dilakukan Unit Layanan Pengadaan/Panitia
Pengadaan sudah dianggap memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan
terutama yang berkaitan dengan spesifikasi teknis, HPS dan kontrak,
selanjutnya PPK menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa paling
lambat 6 (enam) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang.
Penerbitan SPPBJ yang dikeluarkan oleh PPK berisikan hal-hal yang
menjadi dasar pertimbangan pembuatan kontrak antara lain :
1. Besarnya Jaminan Pelaksanaan yang harus dibuat oleh penyedia jasa;
Nilai
penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh perseratus) sampai
dengan 100% (seratus perseratus) dari nilai total HPS, Jaminan
Pelaksanaan adalah sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak;
Nilai
penawaran terkoreksi dibawah 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai
total HPS, besarnya Jaminan Pelaksanaan 5% (lima perseratus) dari nilai
total HPS.2. Jaminan Pelaksanaan
sudah harus diberikan oleh Penyedia Jasa kepada PPK paling lambat 14
hari sejak diterbitkannya Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa.
3.
Jaminan Pelaksanaan berlaku sejak tanggal Kontrak sampai serah terima
Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi atau
pekerjaan selesai untuk pengadaan barang/jasa lainnya.
Menandatangani Kontrak
Setelah
SPPBJ diterbitkan, PPK melakukan finalisasi terhadap rancangan kontrak,
dan menandatangani kontrak pelaksanaan pekerjaan, apabila dananya cukup
tersedia dalam dokumen anggaran, dengan ketentuan:
1.
Penandatangan kontrak dilakukan paling lambat 14 hari (empat belas)
hari kerja setelah diterbitkan SPPBJ, dan setelah penyedia menyerahkan
jaminan pelaksanaan dengan ketentuan :
Nilai
jaminan pelaksanaan untuk harga penawaran terkoreksi 80% (delapan puluh
perseratus) sampai dengan 100 % (seratus persen) nilai total HPS adalah
sebesar 5 % (lima perseratus) dari nilai kontrak.
Nilai
jaminan pelaksanaan untuk harga penawaran terkoreksi atau di bawah 80%
(delapan puluh perseratus) nilai HPS adalah sebesar 5% (lima perseratus)
dari nilai total HPS, dan
Masa
berlaku jaminan pelaksanaan sejak tanggal penandatangan kontrak sampai
serah terima barang berdasarkan kontrak.2. Sebelum menandatangani
kontrak PPK dan Penyedia Barang/Jasa berkewajiban untuk memeriksa konsep
kontrak yang meliputi substansi, bahasa/redaksional, angka, huruf serta
membubuhkan paraf pada lembar demi lembar dokumen kontrak.
Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgeriijk Wetboek)
menyebutkan: Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat
syarat;
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
Suatu pokok persoalan tertentu;
Suatu
sebab yang tidak terlarang.PPK harus memperhatikan hal ini, karena
apabila salah satu dari 4 hal tersebut tidak terpenuhi, maka
penandatanganan kontrak menjadi tidak sah. Sebelum penandatanganan, PPK
harus yakin bahwa yang mewakili penyedia adalah benar-benar direktur
atau kuasa direktur yang nama penerima kuasa ada dalam akta atau pejabat
yang menurut anggaran dasar perusahaan berhak untuk mengikat
perjanjian. Para pihak juga dalam kondisi sah untuk mengikat perjanjian,
pokok perjanjiannya jelas dan tidak ada hal-hal yang melanggar hukum,
baik perdata maupun pidana, dalam isi perjanjian.
Melaksanakan Kontrak
Kontrak adalah
dokumen yang memiliki kekuatan hukum serta mengikat para pihak. Namun,
terkadang karena kesibukan secara struktural, Pejabat Pembuat Komitmen
hanya menandatangani dan melupakan pelaksanaannya. Penyedia barang/jasa
dibiarkan bekerja seenak mereka atau hanya menyerahkan pengawasan
pelaksanaan pekerjaan pada konsultan pengawas. Mereka lupa, bahwa
pelaksanaan pekerjaan adalah tanggung jawab PPK. Apabila terjadi
permasalahan, sering dibiarkan begitu saja dan baru kalang kabut apabila
pekerjaan telah selesai atau mengalami hambatan. Ini yang sering
terjadi pada pekerjaan konstruksi, khususnya apabila pelaksanaan
pekerjaan tersebut dilaksanakan pada akhir tahun anggaran. Sudah menjadi
aturan baku, bahwa tahun anggaran berakhir 31 Desember bagi pekerjaan
yang dilaksanakan berdasarkan kontrak tahun tunggal. Tapi baru kalang
kabut akhir Desember setelah melihat pekerjaan belum selesai 100% bahkan
tidak dapat diselesaikan tepat tanggal 31 Desember. Bahkan sebagian
kasus, baru pusing setelah masuk bulan Januari.
Keterlambatan
pekerjaan tidak terjadi begitu saja dan tidak terjadi hanya dalam
semalam. Sejak awal, setiap keterlambatan telah dapat dideteksi.
Seharusnya, apabila ada gejala-gejala awal keterlambatan, misalnya
material yang seharusnya sudah masuk belum tiba, atau curah hujan yang
terjadi diluar perkiraan, maka dapat dilakukan tindakan pencegahan dan
langkah-langkah penanggulangan. Apabila setelah dicoba ditanggulangi
tetap tidak dapat teratasi, maka klausul kontrak kritis dapat
diberlakukan. Lagi-lagi, khusus klausul kontrak kritis sudah harus
dipersiapkan pada saat perencanaan atau penyusunan draft kontrak. Namun,
alangkah banyak PPK yang setelah menandatangani kontrak seakan-akan
melupakan adanya sebuah pekerjaan yang berada dibawah tanggungjawabnya.
Malah ada yang baru turun ke lokasi proyek pembangunan gedung kalau
atasannya hendak berkunjung. Sehingga, saat menghadapi masalah menjadi
‘gelagapan’ dan kebingungan. PPK wajib memiliki kemampuan untuk membaca
time shedule dan berbagai jenis bentuk dan mekanisme kontrol pekerjaan
(rahmanmokoginta).
Melaporkan Pelaksanaan/Penyelesaian Pengadaan Barang/ Jasa
Melaporkan
pelaksanaan pekerjaan ini tidak sekedar membuat laporan asal bapak
senang. PPK juga harus mampu melaporkan kesesuaian antara kontrak yang
ditandatangani dengan pelaksanaan pekerjaan. Selain kemajuan fisik, yang
sering ditanyakan oleh PA/KPA adalah kemajuan daya serap anggaran serta
kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan.
Yang
harus diingat, setiap kendala merupakan tugas yang harus diselesaikan
oleh PPK, sehingga setiap laporan terhadap kendala harus dibarengi
dengan laporan rencana penyelesaian terhadap kendala tersebut.
Peyerahan Hasil Pekerjaan
Salah
satu temuan yang paling sering terjadi adalah pengadaan barang/jasa
fiktif. Hal ini terjadi karena PPK tidak cermat dalam melihat
barang/jasa yang diadakan. Hasil pekerjaan yang diserahkan oleh penyedia
barang/jasa diterima bulat-bulat dan tidak melakukan prinsip check,
recheck and crosschek
Karena
tidak memahami jenis barang/jasa yang diadakan, PPK biasanya menerima
dokumen apapun yang disodorkan oleh penyedia. Walaupun ada panitia
penerima hasil pekerjaan atau ada konsultan pengawas, penanggung jawab
pekerjaan tetap berada di tangan PPK, sehingga pemeriksaan atas
barang/jasa yang telah diadakan tetap mutlak dilakukan oleh PPK sebelum
diserahkan kepada PA/KPA.
Penyerahan
hasil pekerjaan tidak sekedar menyerahkan secara fisik, melainkan harus
menyerahkan sesuai dengan fungsi dan kemampuan yang telah ditetapkan
dalam dokumen pengadaan serta dokumen kontrak. Oleh sebab itu, pada saat
pengujian, PPK harus bisa memastikan setiap spesifikasi sesuai dengan
yang telah ditetapkan dan alat/barang berfungsi sesuai ketentuan. Dari
keterangan tersebut di atas jelas, bahwa beberapa tugas pokok dan fungsi
PPK, bahwa tugas PPK tidak sekedar tanda tangan kontrak.
Sumber:
http://bdksemarang.kemenag.go.id/, PPK dalam Pengadaan Barang dan Jasa (Yeri Adriyanto)
Majalah Kredibel Edisi 02, PPK tidak sekedar tanda tangan kontrak (Khalid Mustafa)
Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah