IconIconIconIcon


Minggu, 17 November 2013

INI DIA MODUS-MODUS DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA

Bandung - Pengadaan Barang dan Jasa tak lepas dari berbagai penyimpangan baik yang dilakukan oleh panitia pengadaan maupun oleh para perusahaan sebagai pihak ketiga. Apa saja modus yang biasa ditemukan dalam praktik pengadaan barang dan jasa?
Hal itu disampaikan Ketua Indonesia Procurement Watch, Hayie Muhammad dalam Training Peningkatan Kapasitas Jurnalis dalam Peliputan Pengadaan Barang dan Jasa di Hotel Ardjuna, Jalan Ciumbuleuit, Jumat (13/9/2013).

"Pemborosan terbesar terjadi dalam pengadaan barang dan jasa. Temuan BPK, 30-40 persen lebih mahal dari harga pasar," ujar Hayie.

Ia mengatakan, anggaran pengadaan di Indonesia mencapai 30 persen dari APBN setiap tahunnya dan meningkat 10 persen setiap tahunnya di mana tahun 2013 jumlahnya Rp 370 triliun. Jumlah tersebut belum termasuk anggaran pengadaan BUMN BUMD yang jumlahnya mencapai Rp 1.500 triliun.

"Setiap tahun ada 500 ribu paket pengadaan. Di Kementrian PU saja ada 20 ribu paket setiap tahunnya," katanya.

Hayie mengatakan bahwa tidak ada sistem pengadaan barang dan jasa yang sempurna. Masih saja ada peluang untuk melakukan penyelewengan uang negara.

Lihat saja catatan kasus KPK dimana dari 385 kasus yang ada 70 persen di antaranya yaitu kasus pengadaan barang dan jasa
  Ia mengatakan, modus yang dilakukan oleh penyelenggara pengadaan barang dan jasa dalam pengadaan barang secara elektronik yaitu server dimatikan, bandwith dikurangi untuk mempersulit vendor mengikuti proses tender, mengubah waktu penutupan tender dan lainnya.

Ia pun mencontohkan modus lainnya dalam sebuah proses pengadaan meubelair di instansi nilai dengan nilai HPS (Harga Perkiraan Sendiri) Rp 8 miliar, di mana perusahaan A menawar dengan harga Rp 4,2 miliar, perusahaan B Rp 7,3 miliar dan perusahaan C Rp 7,8.

Dari penawaran tersebut, perusahaan A seharusnya yang keluar sebagai pemenang, namun kemudian yang menang yaitu perusahaan B yang nilai penawarannya lebih mahal.

"Pokja pengadaan barang menawarkan pada A untuk mundur, namun nanti akan mengerjakan proyek yang diberikan dari perusahaan B. Jadi perusahaan B tingga beli aja Rp 4,2 miliar ke A. Semua akan dapat untung," ungkapnya.

Atau ada juga sebuah lelang proyek yang diikuti oleh banyak peserta, padahal mereka adalah milik beberapa orang, sehingga perusahaan manapun yang keluar sebagai pemenang tetap saja yang mengerjakan orang yang itu-itu juga.

"Ada juga sistem arisan. Jadi bergiliran dapat proyeknya," katanya.

Namun untuk mengungkap modus-modus seperti itu menurut Hayie memang sulit karena baik pihak pemenang maupun yang kalah sulit mengatakan kondisi yang sebenarnya. Apalagi perusahaan tersebut bisa terancam blacklist jika ia bersuara pada media.(Tya Eka Yulianti - detikNews)


Postingan Populer