Siapa mengawasi pengawas?
Ini sebuah pertanyaan berputar dilematis yang barangkali tidak mudah
berakhir. Sebagai ‘lembaga pengawas’ di suatu organisasi, audit internal
tidak luput dari pertanyaan tersebut.
Siapa yang mengaudit aktivitas
audit internal Anda?
Self-assessment review?
Atau, ada pihak independen yang disewa untuk mengevaluasi kinerja aktivitas audit internal Anda?
Atau, malah aktivitas audit internal Anda ‘tak tersentuh’, terhindar dari pertanyaan di atas?
Sesuai rumpun standar 1300, Aktivitas Audit Internal harus menerapkan program pemastian kualitas dan peningkatan (QAIP - Quality Assurance and Improvement Program). Secara umum program tersebut dilakukan untuk memastikan beberapa hal pokok, yaitu:
- Kesesuaian aktivitas audit internal dengan kode etik, definisi, dan standar audit internal yang berlaku umum
- Efisiensi dan efektivitas aktivitas audit internal
- Mengidentifikasi peluang-peluang untuk perbaikan dan peningkatan
Di dalam standar QAIP tersebut juga diatur bagaimana dan siapa yang
melakukan penilaian terhadap Aktivitas Audit Internal. Program tersebut
dilakukan melalui review internal dan review eksternal. Review internal
dilakukan secara terus menerus sebagai bagian yang terintegrasi dengan
proses manajemen Aktivitas Audit Internal. Selain itu review internal
juga dilakukan secara berkala, baik oleh personil di dalam Aktivitas
Audit Internal sendiri atau personil lainnya di dalam organisasi yang
menguasai kerangka profesional praktik audit internal. Sedangkan review
eksternal dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun oleh
pihak-pihak independen di luar organisasi dengan kompetensi dan prosedur
yang diatur oleh kerangka profesional praktik audit internal.
Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana mengukur hal-hal tersebut.
Mengukur kesesuaian dengan dengan kode etik, definisi, dan standar audit
internal relatif lebih mudah dilakukan dengan membandingkan aktivitas
audit internal terhadap kode etik, definisi, dan standar audit internal
yang telah diterbitkan oleh The Institute of Internal Auditors.
Sedangkan untuk mengukur efisiensi dan efektivitas operasional terlebih
dahulu diperlukan penentuan kerangka pengukuran kinerja audit internal.
Untuk menetapkan ukuran kinerja yang efektif, Kepala Eksekutif Audit
harus terlebih dahulu mengidentifikasi aspek-aspek dalam kinerja audit
internal yang kritikal. Salah satu cara yang sering digunakan di
antaranya adalah kerangka yang diadaptasi dari pemikiran Kaplan dan
Norton, Balanced Scorecard, yang menyarankan aspek pengukuran kinerja audit internal ke dalam perspektif:
- Inovasi dan pembelajaran, untuk menjawab pertanyaan apakah audit internal mampu berkelanjutan dan menciptakan value.
- Proses Audit Internal, untuk menjawab pertanyaan pada bidang apa audit internal memiliki keahlian.
- Manajemen/Auditee, adaptasi perspektif pelanggan, yaitu untuk menjawab pertanyaan bagaimana customer memandang audit internal.
- Board/Komite Audit, adaptasi dari perspektif keuangan, untuk menjawab pertanyaan bagaimana audit internal memandang stakeholders.
Ke empat perspektif tersebut saling berhubungan dalam hubungan sebab
akibat dari bawah ke atas. Inovasi dan pembelajaran merupakan proses
terus menerus di dalam aktivitas audit internal yang memungkinkan
aktivitas audit internal bisa menjalankan proses audit internal dengan
semakin baik dari hari ke hari. Dengan proses audit internal yang
semakin baik, diharapkan kepuasan manajemen/auditee juga akan
semakin meningkat. Dan pada akhirnya manajemen puncak sebagai pengemban
utama misi organisasi juga akan merasakan kepuasan yang semakin
meningkat atas layanan aktivitas audit internal.
Dengan menggunakan kerangka seperti ini, bila alur tersebut dibalik secara top-down,
juga akan tampak garis merah bagaimana visi dan misi organisasi harus
diterjemahkan ke dalam strategi operasional oleh manajemen. Selanjutnya
strategi organisasi tersebut harus didukung oleh strategi aktivitas
audit internal. Untuk mendukung strategi aktivitas audit internal dalam
mendukung pencapaian misi organisasi tersebut, maka proses internal di
dalam aktivitas audit internal harus senantiasa ditingkatkan dengan
memberdayakan sumber daya dengan pembelajaran terus menerus dan selalu
mencari inovasi baru. Dengan demikian akan tampak alignment antara misi perusahaan hingga ke sumber daya aktivitas audit internal.
Selanjutnya keempat perspektif tersebut diturunkan lagi dalam indikator-indikator kinerja kunci (KPI - Key Performance Indicators) yang contoh-contohnya dapat dilihat sebagaimana gambar berikut ini:
Sebagaimana terlihat pada contoh di atas, tidak semua indikator bisa
dengan mudah dibuat dalam pengukuran kuantitatif. Jumlah jam training,
persentase realisasi penugasan, jumlah temuan berulang, persentase
rekomendasi yang diiplementasikan, dan semacamnya merupakan indikator
yang mudah diukur. Namun indikator yang menunjukkan tingkat persepsi
yang bersifat kualitatif seperti kepuasan manajemen/auditee dan
Komite Audit, memerlukan teknik lebih lanjut agar dapat diukur dan
diperbandingkan dari waktu-waktu. Teknik yang sering digunakan misalnya
dengan skala ordinal dan atau statistik nonparametrik.
Tentu saja, tidak ada satu alat ukur yang akan berlaku sama untuk
setiap organisasi. Aktivitas audit internal di satu organisasi dapat
berbeda dengan organisasi yang lain dalam struktur, proses, ukuran,
jumlah staf, tools dan teknik yang digunakan, budaya organisasi, dan
lain-lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menyebabkan satu
indikator bisa berlaku di satu organisasi namun tidak bisa berlaku di
organisasi yang lain. Namun, betapapun bervariasinya aktivitas audit
internal dan teknik yang digunakan, pengukuran kinerja di mana-mana satu
pada tujuan yaitu peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas
ditunjukkan dengan kesesuaian operasional aktivitas audit internal
terhadap kerangka praktik profesi, berjalan secara efektif dan efisien,
serta senantiasa mengarah ke perbaikan dan peningkatan dalam mendukung
pencapaian misi organisasi.
Bagaimana dengan pengukuran di organisasi Anda sendiri?
Referensi:
- The IIA, Practice Advisory 1311-2. 2004.
- Kaplan, Robert S. and David P. Norton. The Balanced Scorecard – Measures that Drive Performance. Harvard Business Review. 1992