Audit Forensik Untuk Mendeteksi Risiko Fraud atau Kecurangan – Bukan hal rahasia lagi di Indonesia banyak sekali kasus-kasus kejahatan kerah putih atau yang sering disebut dengan white collar crime. Kita juga sudah banyak melihat lembaga-lembaga pemerintah yang menangani masalah ini. Namun, sampai saat ini kasus white collar crime masih
saja merajalela di Indonesia.
Tindakan hukum yang dberikan oleh
Lembaga-lembaga tersebut tidak juga memberikan efek jera kepada
orang-orang yang melakukan kecurangan atau fraud. Bisa dikatakan bahwa
hukum di Indonesia kurang tegas. Banyak sekali contoh kasus tindakan
korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintahan yang bisa
dikatakan penangannnya atau hukumannya sangat rendah. Aku juga
menganggap hukum di Indonesia belum menggunakan asas keadilan. Banyak
sekali yang bisa kita jadikan bahan perbandingan seorang yang hanya
mencuri perabotan rumah tangga hukumannya lebih kurang 8 tahun penjara
sedangkan orang yang melakukan tindakan kecurangan hanya kurang dari 5
tahun. Jadi, menurut aku mending sekalian kita korupsi aja .
Bukan
masalah hukum yang bakalan kita bahas di artikel ini. Kalo ngebahas
hukum bisa-bisa ntar otaknya kusut. hehehe. Aku mau berbagi informasi
tentang Audit Forensik Untuk Mendeteksi Risiko Fraud atau Kecurangan. Terjadinya kecurangan-suatu tindakan yang disengaja-yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu pengauditan
dapat memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses pelaporan
keuangan. Adanya kecurangan berakibat serius dan membawa dampak
kerugian. Apabila dilihat dari peran akuntan publik, fenomena kecurangan
ini menjadi masalah yang serius karena menyangkut citra akuntan publik
terutama auditornya.
Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dan
karyawan sulit terdeteksi karena pelaku biasanya merupakan orang-orang
yang dipercaya oleh perusahaan. Oleh karena itu, auditor laporan keuangan harus mempunyai keahlian untuk mendeteksi kecurangan ini. Untuk tindak lebih lanjut, auditor laporan keuangan ini hanya dapat mendeteksi saja sedangkan untuk pengungkapannya diserahkan pada auditor forensik yang lebih berwenang. Auditor forensik inilah yang nantinya akan menggunakan suatu aplikasi audit lain selain audit biasa yang digunakan para auditor laporan keuangan untuk mengungkapkan kecurangan yaitu akuntansi forensik.
Dari penjelasan panjang lebar diatas, bisa kita tarik kesimpulan Audit Forensik
adalah tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di
lapangan dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti
kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan. Fungsi dari audit forensik adalah melakukan audit investigasi terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di pengadilan.
Penilaian Risiko Fraud atau
Kecurangan
Penilaian risiko terjadinya fraud
atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit forensik yang paling luas.
Melakukan audit forensik pada suatu perusahaan diharapkan agar
perusahaan tidak melakukan fraud di kemudian hari. Jenis-jenis fraud
yang biasanya dilakukan adalah korupsi, money laundry, illegal logging,
penghindaran pajak, dan lainnya. Di Indonesia lembaga yang berhak untuk
melakukan audit forensik adalah auditor BPK, BPKP, dan KPK yang memiliki
sertifikat Certified Fraud Examiners (CFE).
Audit Forensik Untuk Mendeteksi
Risiko Fraud atau Kecurangan
Proses Audit Forensik
1. Identifikasi masalah
Dalam tahap ini, auditor
melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang hendak diungkap. Pemahaman awal
ini berguna untuk mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup sehingga
audit bisa dilakukan secara tepat sasaran.
2. Pembicaraan dengan klien
Dalam tahap ini, auditor akan
melakukan pembahasan bersama klien terkait lingkup, kriteria, metodologi audit,
limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk membangun
kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit.
3. Pemeriksaan pendahuluan
Dalam tahap ini, auditor
melakukan pengumpulan data awal dan menganalisanya. Hasil pemeriksaan
pendahulusan bisa dituangkan menggunakan matriks 5W + 2H (who, what, where,
when, why, how, and how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi
minimal 4W + 1H (who, what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses
ini auditor akan menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau
tidak.
Pengembangan rencana
pemeriksaan
Dalam tahap ini, auditor akan
menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi, tujuan audit, prosedur pelaksanaan
audit, serta tugas setiap individu dalam tim. Setelah diadministrasikan, maka
akan dihasilkan konsep temuan. Konsep temuan ini kemudian akan dikomunikasikan
bersama tim audit serta klien.
4. Pemeriksaan lanjutan
Dalam tahap ini, auditor akan
melakukan pengumpulan bukti serta melakukan analisa atasnya. Dalam tahap ini
lah audit sebenarnya dijalankan. Auditor akan menjalankan teknik-teknik
auditnya guna mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud
tersebut.
5. Penyusunan Laporan
Pada tahap akhir ini, auditor
melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Dalam laporan ini setidaknya
ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain adalah:
- Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.
- Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan.
- Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud tersebut.