Siapa Menanggung Kerugian Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi?
Assalamu'alaikum wr.wb. Saya mau bertanya, uang hasil korupsi seorang
tersangka koruptor itu ke mana dan kerugian negara akibat ulah koruptor
siapa yang menanggung? Terima kasih. Wassalamu'alaikum.
Jawaban:
Sebelumnya, kami ingin menjelaskan
mengenai apa itu tindak pidana korupsi. Sebagaimana pernah diuraikan
dalam artikel yang berjudul Kredit Macet, Korupsi atau Bukan?, berdasarkan buku Memahami Untuk Membasmi yang diterbitkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (hal. 19-20), dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang
No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”), terdapat 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan menjadi tujuh kategori yaitu:
a. Kerugian keuangan negara;
b. Suap-menyuap;
c. Penggelapan dalam jabatan;
d. Pemerasan;
e. Perbuatan curang;
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan;
g. Gratifikasi.
Sedangkan arti kerugian keuangan negara yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Pemberantasan Korupsi:
“Yang dimaksud
dengan “secara nyata telah ada kerugian keuangan negara” adalah kerugian
yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi
yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.”
Penjelasan selengkapnya mengenai kerugian keuangan negara dapat Anda simak dalam atikel Cara Menentukan Adanya Kerugian Keuangan Negara.
Dalam Penjelasan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (“UU Perbendaharaan Negara”) dikatakan bahwa kerugian negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum
atau kelalaian pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam
rangka pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh bendahara dalam
rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan. Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang
serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai
negeri/pejabat negara pada umumnya, dan para pengelola keuangan pada
khususnya.
Salah satu jenis tindak pidana korupsi
adalah tindak pidana yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Lalu
ke mana uang hasil korupsi yang dilakukan oleh koruptor itu? Siapa yang
menanggung kerugian keuangan negara akibat ulah koruptor?
Hal ini berkaitan dengan sanksi pidana
yang dijatuhkan hakim terhadap terdakwa kasus korupsi. Pada dasarnya,
terdakwa yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
korupsi akan dijatuhi sanksi pidana sesuai dengan yang berlaku dalam UU
Pemberantasan Tipikor tergantung pada jenis tindak pidana yang ia
lakukan.
Adapun pasal-pasal dalam UU Pemberantasan Tipikor yang memuat sanksi di dalamnya antara lain adalah Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14 UU Pemberantasan Tipikor. Pasal-pasal tersebut memuat sanksi pidana penjara dan denda.
Menurut Pasal 17 UU Pemberantasan Tipikor, selain
dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3,
Pasal 5 sampai dengan Pasal 14, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. Pidana tambahan yang terdapat dalam
Pasal 18 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor:
“Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah:
a. perampasan
barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang
tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak
pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak
pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan
barang-barang tersebut;
b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;
c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;
d. pencabutan
seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau
sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh
Pemerintah kepada terpidana.”
Menjawab pertanyaan Anda dengan mengacu
pada pasal di atas, maka ke mana uang hasil korupsi digunakan oleh
terpidana korupsi bergantung pada pelaku itu. Bisa dengan cara
dibelanjakan dalam bentuk barang bergerak yang berwujud atau yang tidak
berwujud atau barang tidak bergerak.
Uang hasil korupsi yang ia gunakan
tersebut wajib dikembalikan oleh terpidana korupsi berupa uang pengganti
yang jumlahnya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak
pidana korupsi. Hal ini juga dapat dilihat dari Pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor, yang secara implisit mengatakan adanya pengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi.
Akan tetapi pengembalian kerugian
keuangan negara atau perekonomian negara tersebut hanya merupakan salah
satu faktor yang meringankan, tidak menghilangkan sanksi pidana.
Jika terpidana tidak membayar uang
pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta
bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut [Pasal 18 ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor].
Dalam hal terpidana tidak mempunyai
harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka
hukumannya diganti dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi
ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam UU
Pemberantasan Tipikor dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam
putusan pengadilan [Pasal 18 ayat (3) UU Pemberantasan Tipikor].
Selain uang korupsi yang perlu diganti
oleh terpidana korupsi, barang-barang milik terpidana korupsi yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi juga dirampas oleh negara
sebagaimana disebut di atas dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tipikor.
Jadi, dari sini kita dapat ketahui bahwa
kerugian negara itu ditanggung sendiri oleh terpidana korupsi yang
telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi melalui sanksi pidana
yang dijatuhkan kepadanya. Hakimlah yang menentukan berapa jumlah uang
pengganti yang harus terpidana korupsi bayar dan hukuman lainnya untuk
mengembalikan kekayaan negara yang dirugikan akibat tindak pidana
korupsi melalui putusannya.
Sejalan dengan pengaturan dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Purwaning M. Yanuar dalam bukunya berjudul Pengembalian Aset Hasil Korupsi (hal. 150) mengatakan bahwa pengembalian
kerugian keuangan negara dengan menggunakan instrumen pidana menurut UU
Pemberantasan Tipikor dilakukan melalui proses penyitaan, perampasan,
dan aturan pidana denda.
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. http://www.hukumonline.com
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. http://www.hukumonline.com
Demikian jawaban dari kami. Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang
No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Referensi:
Purwaning M. Yanuar. 2007. Pengembalian Aset Hasil Korupsi. Bandung: PT. Alumni