Belum
lama ini penulis mengisi pelatihan di salah satu pusat pelatihan di
Jakarta. Saat pelatihan berlangsung salah seorang peserta ada yang
bertanya. Tidak ada yang aneh dari pertanyaannya. Justru caranya
menghitung yang membuat peserta yang lain tersenyum-senyum bahkan
sebagian lain tertawa.
Saat itu, ia memulai, kantornya pernah melakukan suatu kegiatan di
salah satu hotel berbintang di daerahnya. Kegiatan yang diadakan kali
ini berbeda dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Yang membuat berbeda ada
pada narasumbernya. Narasumber yang tampil tidak saja dari kalangan
pegawai negeri tetapi ada pula dari swasta atau tokoh masyarakat.
Awalnya
kegiatan berjalan lancar. Tidak ada masalah. Namun ketika hendak
membuat daftar honor ia mulai bingung. Satu pertanyaan yang menghantui
pikirannya adalah Bagaimana cara memotong pajak untuk narasumber yang
bukan PNS? Sesuai pengalamannya selama ini ia hanya paham cara memotong
pajak dari kalangan pejabat dan pegawai negeri saja. Selain itu ia tidak
pernah. Di saat ia bingung pimpinannya pun mewanti-wanti agar setelah
acara selesai segera bayarkan honor narasumber terutama yang dari luar
satuan kerjanya. Karena terdesak tidak ada cara lain pikirnya, ia pun
mulai berdiskusi dengan teman-temannya yang ada saat itu. Karena tidak
ada yang mengerti akhirnya mereka mulai melakukan hal-hal yang aneh.
Tidak
terpikir untuk berusaha mencari peraturan atau menelpon siapa yang
mereka anggap tahu pada saat itu, entah teman, orang pajak, atau
siapapun. Tapi yang mereka melakukan justru aneh. Bisa anda tebak apa
yang mereka lakukan? Mereka mulai membanding-bandingkan siapa saja yang
hadir. Mereka membandingkan pejabat yang hadir pada saat itu. Kenapa?
Karena yang mereka pahami hanya menghitung pajak terhadap pejabat dan
PNS saja.
Mereka pun mulai membandingkan wajah narasumber yang bukan dari PNS
tersebut dengan pejabat/PNS yang hadir pada saat itu. Kurang lebih ada 5
orang Pejabat yang hadir pada saat itu. Mereka cocokan satu per satu
apapun kesamaan yang ada. Mulai dari kesamaan cara berpakaian hingga
apapun yang membuat mereka tertawa. Setelah sibuk membanding-bandingkan
sesuai kriteria mereka, akhirnya mereka menemukan pejabat yang mereka
anggap paling cocok. Setelah itu mereka mengecek data golongan pejabat
tersebut. Setelah didapat mereka pun mulai menghitung pajak yang
seharusnya dipotong.
Pertanyaannya
betulkah cara menghitung mereka? Ya kalau jawaban Anda benar maka mesti
melanjutkan membaca tulisan ini. Tapi jika jawaban Anda salah,
pertanyaan selanjutnya adalah bagaiamanakah seharusnya yang benar
menghitung pajaknya. Inilah topik bahasan tulisan kali ini yaitu
bagaimana cara menghitung pajak narasumber non PNS.
Pembahasan
Untuk
mempermudah pembahasan ini kita ambil satu contoh kegiatan yang terjadi
disalah satu satuan kerja pemerintah yang berkaitan dengan narasumber
selain PNS.
Pada tanggal 4 januari 2014, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dinpora) kabupaten Baru Mekar mengadakan kegiatan seminar tentang “Semangat Pemuda dalam Dunia Usaha” dengan mengundang pembicara yaitu:
- Bastian, A.Md sebagai moderator (PNS Dinpora, Gol II/d)
- Raehan, S.Sos sebagai pembicara 2 (PNS Gol III/c dari Dinas Koperasi UMKM)
- Roki sebagai pembicara 3 (pengusaha, bukan PNS)
Atas
perannya dalam kegiatan seminar tersebut, ketiga pembicara menerima
honor yang sama masing-masing @ 1.000.000,- sedangkan moderator menerima
honor Rp.500.000,-. Berapakah PPh pasal 21 yang dipotong dan dibayarkan
oleh bendahara?
Agar
memudahkan menjawab kasus diatas ada satu hal yang sangat penting kita
ketahui dan pedomani. Apa itu? Ini sangat penting saya ulangi ini sangat
penting untuk dijadikan dasar perhitungan perpajakan adalah Peraturan
perpajakan bukan penampilan seseorang. Kita memahami kondisi yang
dialami teman kita pada awal tulisan ini. Tetapi setelah pelatihan itu
dan untuk kedepannya teman kita diatas sudah dapat menghitung pajak
untuk kejadian yang sama.
Sekarang
pertanyaan kita selanjutnya adalah apa peraturan pajak yang mengatur
tentang honor narsumber yang bukan PNS. Pada satuan kerja pemerintah,
pada umumnya teman-teman kita hanya memahami cara menghitung pajak untuk
PNS saja. Bahkan mereka pun tidak mengetahui peraturan apa dan nomor
berapa yang dijadikan dasar perhitungan pajak tersebut.
Untuk
mempermudah perhitungan pajak kegiatan tersebut kita pilah saja
penerima penghasilannya. Untuk moderator, pembicara 1, dan Pembicara 2
berasal dari PNS. Mereka tunduk dengan peraturan Peraturan menteri
keuangan Nomor 262/PMK.03/2010 tentang Tata
cara pemotongan pajak penghasilan pasal 21 bagi pejabat negara, PNS,
Anggota TNI, anggota Polri, dan pensiunannya atas penghasilan yang
menjadi beban anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) atau
Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Jadi menurut PMK ini bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota
Polri, dan pensiunannya jika menerima apapun namanya baik itu honor,
uang makan, uang lembur apapun itu selain dari perjalanan dinas kenakan
pajak penghasilan sesuai golongan. Golongan 1 dan 2 dikenakan tarif 0 %,
golongan 3 dikenakan tarif 5%, dan golongan 4 dikenakan tarif 15%.
Jadi perhitungan pajak yang dikenakan bagi PNS pada kasus diatas adalah sebagai berikut:
No.
|
Nama
|
Honorarium
|
Tarif
|
Potongan PPh Pasal 21
|
Penerimaan honor
|
1
|
Bastian, A.Md
|
500.000
|
0%
|
500.000
|
500.000
|
2
|
Drs. Hidayat, M.M.
|
1.000.000
|
15%
|
150.000
|
850.000
|
3
|
Raehan, S.Sos
|
1.000.000
|
5%
|
50.000
|
950.000
|
Sementara
itu untuk pembicara 3, Roki, ia tunduk pada Peraturan Direktorat
Jenderal Pajak Nomor: Per-31/PJ/ 2012 tentang pedoman teknis tata cara
pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau
pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan orang pribadi. Berdasarkan pasal 3 huruf c peraturan ini Raehan
termasuk Bukan Pegawai . Bukan pegawai antara lain:
- TENAGA AHLI yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
- pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
- penasihat, PENGAJAR, pelatih, penceramah, penyuluh, dan MODERATOR;
- pengarang, peneliti, dan penerjemah;
- PEMBERI JASA DALAM SEGALA BIDANG termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
- agen iklan;
- pengawas atau pengelola proyek;
- pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
- petugas penjaja barang dagangan;
- petugas dinas luar asuransi;
- distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;
Setelah
kita memahami bahwa pembicara 3, Roki, masuk kelompok bukan pegawai,
langkah selanjutnya kita mesti memahami bagaiamana cara menghitung pajak
terhadap Roki. Untuk kelompok bukan pegawai ini dibagi lagi menjadi
penghasilan bersinambungan dan tidak berkesinambungan. Apa maksudnya? Imbalan
kepada Bukan Pegawai yang Bersifat Berkesinambungan adalah imbalan
kepada Bukan Pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali
dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan. Artinya Roki memiliki penghasilan Bersifat tidak berkesinambungan
karena ia hanya sekali saja menerima penghasilan dalam satu tahun
kalaender. Karena penghasilan Roki tidak bersifat bersinambungan maka
dasar penghitungan penghasilannya sesuai dengan pasal 9 ayat 1 huruf C perdirjen 31 yaitu 50% dari penghasilan bruto. jadi dasar penghitungan penghasilan Roki adalah 50% x 1.000.000,- = 500.000,-.
Setelah
didapat dasar pengenaan pajak langkah selanjutnya adalah tarif pajak.
Sesuai dengan tarif pajak bukan pegawai yang bersifat tidak
berkesinambungan pasal 16 ayat 2 huruf b perdirjen 31 dikenakan Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. Tarif pasal 17 UU PPh adalah:
No
|
Lapisan tarif
|
Tarif
|
1
|
Sd Rp50.000.000,-
|
5%
|
2
|
Diatas Rp50.000.000,- s.d Rp250.000.000,-
|
15%
|
3
|
Diatas Rp250.000.000,- s.d. Rp500.000.000,-
|
25%
|
4
|
Diatas Rp500.000.000,-
|
30%
|
Berdasarkan
lapisan tarif, dasar pengenaan penghasilan pembicara 3, Roki, adalah
Rp500.000,-. maka Roki dikenakan lapisan tarif 5%. PPh Pasal 21 yang
kenakan adalah sebagai berikut:
No.
|
Nama
|
Honorarium
|
Tarif
|
Potongan PPh Pasal 21
|
Penerimaan honor
|
Roki
|
1.000.000
|
50%x5%
|
25.000
|
975.000
|
Jika Pembicara 3 tidak memilikin Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka dikenakan 20% lebih tinggi yaitu:
No.
|
Nama
|
Honorarium
|
Tarif
|
Potongan PPh Pasal 21
|
Penerimaan honor
|
Roki
|
1.000.000
|
50%x(5%x120%)
|
30.000
|
970.000
|
Kesimpulan
Setelah
kita membahas kasus diatas dapat kita tariff satu kesimpulan bahwa bagi
satuan kerja pemerintah yang melakukan pembayaran hororarium sudah
seharus berdasakan peraturan yang ada. Peraturan untuk para pejabat
Negara, PNS, anggota TNI, anggota Polri dan pensiunannya tunduk pada PMK
Nomor: 262/KMK.03/2010 tentang Tata
cara pemotongan pajak penghasilan pasal 21 bagi pejabat negara, PNS,
Anggota TNI, anggota Polri, dan pensiunannya atas penghasilan yang
nenjadi beban anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) atau
Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Dan hitung berdasarkan
golongan, golongan 1 &2 dikenakan 0%, golongan 3 dikenakan 5%, dan
golongan 4 dikenakan 15%.
Sementara
untuk penghasilan yang diterima SELAIN pejabat Negara, PNS, anggota
TNI, anggot Polri dan pensiunannya tunduk pada Peraturan Direktorat
Jenderal Pajak Nomor: Per-31/PJ/ 2012 tentang pedoman teknis tata cara
pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau
pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan orang pribadi. Dalam kasus ini kita telah membahas dan memahami
perhitungan imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat tidak
berkinambungan. Dengan perhitungan Pajak penghasilan = penghasilan bruto
dikalikan 50% dikalikan tariff pasal 17 UU PPh.
Daftar Pustaka:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2010 Tentang Tarif Pemotongan Dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah
- PMK Nomor: 262/KMK.03/2010 tentang Tata cara pemotongan pajak penghasilan pasal 21 bagi pejabat negara, PNS, Anggota TNI, anggota Polri, dan pensiunannya atas penghasilan yang nenjadi beban anggaran pendapatan dan belanja Negara atau Anggaran pendapatan dan belanja daerah
- Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor: Per-31/PJ/ 2012 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.
- Buku Bendahara Mahir Pajak, edisi revisi 2013, Direktorat Jenderal Pajak
( Oleh : Deddy Candra, Widyaiswara Pertama pada Balai Diklat Keuangan Pekanbaru)