Opini
audit BPK atas LKKL dan hasil evaluasi LAKIP K/L merupakan indikator
kualitas dari LKKL dan LAKIP K/L. Tulisan ini bertujuan untuk meneliti
korelasi antara opini audit BPK atas LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP
K/L. Metodologi penelitian yang digunakan adalah menguji korelasi antara
opini audit BPK atas LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP K/L. Hasil
penelitian menunjukkan tidak ada korelasi antara opini audit BPK atas
LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP K/L.
Kata kunci: opini audit BPK, hasil evaluasi LAKIP K/L.
Reformasi
pengelolaan keuangan negara di Indonesia dimulai dengan terbitkan paket
undang-undang di bidang keuangan negara. Paket undang-undang di bidang
keuangan negara meliputi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara. Terdapat banyak perubahan fundamental yang dilakukan dalam
pengelolaan keuangan negara tersebut. Diantara perubahan tersebut adalah
reformasi di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan negara dan bidang
audit.
Perubahan di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan diantaranya adalah
mewajibkan setiap kementerian negara/lembaga (K/L) untuk
menyelenggarakan akuntansi. Penyelenggaraan proses akuntansi tersebut
diatur dengan adanya sistem akuntansi pemerintahan yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan. Selanjutnya, berdasarkan proses akuntansi tersebut K/L
wajib menyusun laporan keuangan K/L (LKKL). Untuk mendukung proses
akuntansi dan pelaporan keuangan ini, telah dibentuk Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan (KSAP) yang bertugas menyusun Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP). Dengan adanya perubahan ini sejak Tahun 2004 sampai
sekarang pemerintah pusat telah berhasil menyusun laporan keuangan yang
meliputi LKKL dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). LKPP
merupakan penggabungan dari keseluruhan LKKL.
Perubahan di bidang audit atas laporan keuangan pemerintah ditandai
oleh pemberian opini audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas
laporan keuangan pemerintah baik LKKL maupun LKPP. Pemberian opini audit
oleh BPK dimaksudkan untuk memberikan penilaian atas kewajaran laporan
keuangan pemerintah. Selain itu, pemberian opini audit ini diharapkan
dapat meningkatkan kepercayaan pengguna laporan keuangan pemerintah atas
informasi yang disajikan dalam laporan tersebut.
Laporan keuangan pemerintah belum dapat mencerminkan tingkat kinerja
secara keseluruhan dari suatu K/L. Oleh karena itu, selain laporan
keuangan diperlukan lagi laporan yang terkait dengan capaian kinerja.
Laporan kinerja pemerintah dinamakan laporan akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah (LAKIP). LAKIP sendiri sudah ada sejak dikeluarkan
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999. Dalam perkembangannya telah
dilakukan beberapa kali perubahan untuk menyempurnakan Inpres tersebut.
Mulai Tahun 2012, dilakukan evaluasi atas LAKIP K/L oleh Kementerian
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Meneg PAN
& RB). Hasil evaluasi LAKIP tersebut diwujudkan dengan nilai yang
menggambarkan tingkat akuntabilitas kinerja.
Perubahan yang juga akan dilakukan dalam reformasi di bidang akuntansi
dan pelaporan adalah adanya upaya untuk menggabungkan laporan keuangan
pemerintah dengan laporan kinerja. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2006 merupakan peraturan yang mencoba memulai menggabungkan kedua jenis
laporan tersebut. Akan tetapi dalam praktik tampaknya sekarang masih
belum dapat berjalan dengan baik. Sekarang ini kedua laporan ini masih
berjalan sendiri-sendiri. Walaupun berjalan sendiri-sendiri seharusnya
kedua jenis laporan ini seharusnya mempunyai irisan dalam isinya.
Rumusan Masalah
Uraian
sebelumnya telah menjelaskan adanya dua jenis laporan yang berhubungan
dengan pengelolaan keuangan dan kinerja yaitu laporan keunagan
kementerian negara/lembaga (LKKL) dan laporan akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah kementerian negara/lembaga (LAKIP K/L). Kedua jenis
laporan juga telah diaudit atau dievaluasi oleh pihak yang independen.
LKKL telah diaudit oleh BPK, sedangkan LAKIP K/L dievaluasi oleh Kemen
PAN & RB. Berdasarkan kondisi tersebut, rumusan masalah penelitian
ini adalah sebagai berikut:
- Apakah opini audit BPK atas LKKL mengalami kemajuan selama 5 tahun terakhir ini?
- Apakah hasil evaluasi LAKIP K/L oleh MenPAN & RB mengalami kemajuan selama 3 tahun terakhir ini?
- Apakah terdapat korelasi antara opini audit BPK atas LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP K/L?
- Wajar tanpa pengecualian (WTP). Auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar.
- Wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan (WTP-DPP). Auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, tetapi auditor merasa perlu untuk memberikan sejumlah informasi tambahan.
- Wajar dengan pengecualian (WDP). Auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, kecuali untuk pos tertentu.
- Tidak memberikan pendapat (TMP). Auditor tidak menyimpulkan apakah laporan keuangan disajikan secara wajar.
- Tidak wajar (TW). Auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar.
- AA (Memuaskan) dengan nilai >85 – 100
- A (Sangat Baik) dengan nilai >75 – 85
- B (Baik, perlu sedikit perbaikan) dengan nilai >65 – 75
- CC (Cukup/Memadai, perlu banyak perbaikan yang tidak mendasar) dengan nilai >50 – 65
- C (Kurang, Perlu banyak perbaikan, termasuk perubahan yang mendasar) dengan nilai >30 – 50
- D (Sangat Kurang, perlu banyak sekali perbaikan & perubahan yang sangat mendasar) dengan nilai 0 – 30.
Ruang Lingkup
Ruang
lingkup penelitian dibatasi untuk laporan keuangan pemerintah pusat di
kementerian negara/lembaga (LKKL) dan tidak termasuk LKPP. Laporan
keuangan pemerintah daerah juga tidak termasuk dalam ruang lingkup
penelitian ini. Demikian juga dengan hasil evaluasi LAKIP dibatasi untuk
LAKIP K/L, tidak termasuk LAKIP pemerintah daerah.
KERANGKA TEORITIS
Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga
Laporan
keuangan pemerintah merupakan bentuk pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan negara/daerah selama suatu periode (Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah). Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan
yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan , selambat-lambatnya
enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan yang
dimaksud adalah laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP). LKPP merupakan
penggabungan atau konsolidasi dari laporan keuangan seluruh kementerian
negara/lembaga (LKKL).
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 menguraikan komponen laporan keuangan
pemerintah setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
Laporan Arus Kas (LAK), Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan
(CaLK). LRA adalah laporan yang menggambarkan realisasi pendapatan,
belanja, dan pembiayaan selama suatu periode. LAK adalah laporan yang
menggambarkan arus kas masuk dan keluar selama suatu periode, serta
posisi kas pada tanggal pelaporan. Neraca adalah laporan yang menyajikan
informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas
dana pada suatu tanggal tertentu. CaLK adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang
penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang
memadai.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2005, menambahkan laporan keuangan pemerintah dengan Laporan
Operasional (LO), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP SAL), dan
Laporan Perubahan Ekuitas (LPE). LO menyajikan ikhtisar sumber daya
ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh
pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
dalam suatu periode pelaporan. LP SAL menyajikan informasi kenaikan atau
penurunan SAL tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. LPE
menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penambahan laporan ini karena
adanya perubahan basis akuntansi yang digunakan yaitu dari basis
akuntansi kas menuju akrual menjadi basis akuntansi akrual.
Sampai dengan Tahun 2013, laporan keuangan masih menggunakan basis
akuntansi kas menuju akrual, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan
terdiri dari LRA, LAK, Neraca, dan CaLK. LAK hanya disusun oleh unit
organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan. Oleh karena itu, LKKL
hanya terdiri dari LRA, Neraca, dan CaLK.
Opini Audit BPK atas LKKL
Laporan
keuangan yang telah disusun pemerintah berisi informasi yang akan
digunakan oleh pengguna laporan. Pengguna laporan keuangan pemerintah
meliputi pihak internal pemerintah dan pihak eksternal pemerintah
(masyarakat, investor, negara lain, dan lain-lain). Untuk lebih
meningkatkan kepercayaan dari pihak eksternal pemerintah, laporan
keuangan perlu diperiksa oleh pihak independen di luar pemerintah.
Pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah dilakukan oleh pihak yang
independen yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Arens dan Loebbecke (1991) menyatakan pemeriksaan adalah proses
pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat
diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang
kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian
informasi dimaksud dengan kriteria yang telah ditetapkan. Pemeriksaan
adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang
dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan
standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas,
dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.
Salah satu pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK adalah pemeriksaan
keuangan. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan.
Pemeriksaan keuangan tersebut bertujuan untuk memberikan keyakinan yang
memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah
disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi
komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
(Standar Pemeriksaan BPK, 2007). AICPA (1988) dalam Bastian (2010)
menyatakan tujuan pengujian atas laporan keuangan oleh auditor
independen adalah ekspresi suatu opini secara jujur tentang posisi
keuangan, hasil operasi, dan arus kas yang disesuaikan dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum. Laporan auditor merupakan
media yang mengekspresikan opini auditor atau dalam kondisi tertentu
menyangkal suatu opini.
Hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemerintah diwujudkan dalam
bentuk opini audit. Opini audit tejadi dari lima jenis opini (Arens dan
Loebecke, 1991). Kelima opini audit tersebut adalah
LAKIP K/L
Laporan
kinerja unit organisasi pemerintah diwujudkan dalam bentuk laporan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kementerian negara/lembaga
(LAKIP K/L). Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 menyatakan laporan akuntabilitas
kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban
kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.
Laporan ini berisi ikhtisar pencapaian sasaran yang telah ditetapkan
dalam dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan.
LAKIP K/L dihasilkan dari sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP). SAKIP diimplementasikan secara self assesment oleh
masing-masing instansi pemerintah. Dengan demikian, berarti instansi
pemerintah secara mandiri merencanakan, melaksanakan, mengukur, dan
memantau kinerja serta melaporkan kepada instansi yang lebih tinggi.
Evaluasi atas LAKIP
Pelaksanaan
SAKIP pada suatu instansi memerlukan adanya evaluasi dari pihak
independen untuk memperoleh umpan balik dalam rangka meningkatkan
akuntabilitas dan kinerja instansi pemerintah. Tujuan evaluasi
akuntabilitas instansi pemerintah menurut PerMenpan dan RB Nomor 20
Tahun 2013 tentang Perubahan Lampiran PerMenpan dan RB Nomor 25 Tahun
2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah meliputi empat hal. Pertama, memperoleh informasi
tentang implementasi sistem AKIP. Kedua, menilai akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah. Ketiga, memberikan saran perbaikan untuk
peningkatan kinerja dan penguatan akuntabilitas instansi pemerintah.
Keempat, memonitor tindak lanjut rekomendasi hasil evaluasi periode
sebelumnya. Evaluasi ini mencakup evaluasi atas penerapan SAKIP dan
evaluasi atas pencapaian kinerja.
Evaluasi LAKIP K/L dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi. Evaluasi ini meliputi evaluasi atas
komponen AKIP dan penilaian dan penyimpulan. Evaluasi atas komponen
AKIP terdiri dari perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan
kinerja, evaluasi kinerja internal, dan pencapaian kinerja. Penilaian
komponen aspek meliputi aspek perencanaan dengan bobot 35%, pengukuran
kinerja dengan bobot 20%, pelaporan kinerja dengan bobot 15%, evaluasi
kinerja dengan bobot 10%, dan capaian kinerja dengan bobot 20%.
Penyimpulan atas hasil evaluasi LAKIP dilakukan dengan menjumlahkan
semua komponen. Nilai akhir dari penjumlahan komponen akan digunakan
untuk menentukan tingkat akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
dengan kategori sebagai berikut:
Korelasi Antara Opini Audit BPK atas LKKL dengan Hasil Evaluasi LAKIP K/L
Setiap
tahun, K/L wajib menyusun LKKL dan LAKIP. LKKL disusun dengan
menggunakan sistem akuntansi instansi (SAI), sedangkan LAKIP K/L disusun
dengan menggunakan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
(SAKIP). LKKL diaudit oleh BPK dan mendapatkan hasil berupa opini audit.
LAKIP K/L dievaluasi oleh Kemenpan dan RB dan mendapatkan hasil
evaluasi atas LAKIP K/L tersebut. Opini audit BPK atas LKKL berhubungan
dengan penilaian kewajaran laporan keuangan K/L, sedangkan evaluasi
LAKIP K/L berhubungan dengan penilaian penerapan SAKIP dan capaian
kinerja K/L.
Capaian kinerja K/L tentunya tidak dapat dilepaskan dengan proses
pengelolaan keuangan yang dilakukan selama melakukan kegiatan pencapaian
target kinerjanya. Walaupun kedua jenis hasil penilaian ini dihasilkan
dari proses yang berbeda dan dilakukan oleh pihak yang berbeda
seharusnya K/L memperoleh hasil yang sejalan. Apabila laporan
keuangannya dinilai baik seharusnya pengelolaan SAKIP dan capaian
kinerjanya juga baik. Hal ini disebabkan komponen penilaian evaluasi
LAKIP yang bobotnya tinggi adalah perencanaan kinerja dan capaian
kinerja. Kedua hal ini mempunyai hubungan yang kuat dengan pengelolaan
keuangan dan anggaran.
Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk membuktikan bahwa opini
audit mempunyai korelasi dan mempengaruhi capaian kinerja terutama
kinerja keuangan organisasi. Penelitian tersebut banyak dilakukan pada
organisasi di sektor swasta. Berdasarkan uraian ini, maka pertanyaan
penelitian yang dikembangkan adalah Apakah terdapat korelasi antara opini audit BPK atas LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP K/L?
METODOLOGI
Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory research).
Penelitian ini akan menjelaskan hubungan antar variabel yang diteliti.
Hubungan yang diteliti adalah hubungan antara opini audit BPK atas LKKL
dengan hasil evaluasi LAKIP K/L. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif yang dikuantitatifkan. Selain itu juga digunakan
pendekatan deskriptif untuk menggambarkan kondisi opini audit BPK atas
LKKL dan hasil evaluasi LAKIP K/L.
Populasi penelitian ini adalah kementerian negara/lembaga pada
Pemerintah Pusat di Indonesia. Sampel penelitian mengambil sebagian dari
populasi K/L tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan data sekunder yang diperoleh dari publikasi K/L. Pengumpulan
data dilakukan dengan mengumpulkan data atas variabel yang diteliti dari
keseluruhan K/L yang ada di Indonesia.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah opini audit BPK
atas LKKL dan hasil evaluasi LAKIP K/L. Variabel opini audit BPK atas
LKKL adalah pendapat yang diberikan oleh auditor BPK setelah
melaksanakan pemeriksaan atas LKKL. Variabel opini audit BPK atas LKKL
ini diukur dengan menggunakan skala 5 poin dengan rincian pengukuran
sebagai berikut:
Opini audit BPK atas LKKL
|
Skala pengukuran
|
Wajar Tanpa Pengecualian
|
5
|
Wajar Tanpa Pengecualian – Dengan Paragraf Penjelas
|
4
|
Wajar Dengan Pengecualian
|
3
|
Tidak Memberikan Pendapat
|
2
|
Tidak Wajar
|
1
|
Variabel
hasil evaluasi LAKIP K/L adalah hasil evaluasi atas LAKIP kementerian
negara/lembaga oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi setelah melaksanakan evaluasi atas LAKIP K/L.
Variabel hasil evaluasi LAKIP K/L ini diukur dengan menggunakan skala 6
poin dengan rincian pengukuran sebagai berikut:
Hasil Evaluasi LAKIP K/L
|
Skala pengukuran
|
AA
|
6
|
A
|
5
|
B+
|
4.5
|
B
|
4
|
CC
|
3
|
C
|
2
|
D
|
1
|
Setelah data-data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah analisis atas
data tersebut. Analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan
penelitian yang telah dikembangkan. Untuk menjawab pertanyaan penelitian
pertama dan kedua, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif.
Berdasarkan data deskriptif selama beberapa tahun dilakukan analisis
untuk melihat tren yang terjadi.
Pertanyaan penelitian yang ketiga akan dijawab dengan menggunakan
analisis korelasi. Analisis korelasi ini untuk menjawab pertanyaan
apakah terdapat korelasi antara opini audit BPK atas LKKL dengan hasil
evaluasi LAKIP K/L. Batasan signifikansi yang digunakan sebesar 5%
artinya penelitian ini menggunakan tingkat keyakinan sebesar 95%.
HASIL ANALISIS
Perkembangan Opini Audit BPK atas LKKL
Untuk
menjawab pertanyaan penelitian pertama, penulis menyajikan data
statistika deskriptif mengenai variabel opini audit atas LKKL. Data
lengkap opini audit BPK atas LKKL terdapat di Lampiran I. Ringkasan
perkembangan rincian opini audit BPK atas LKKL selama lima tahun
(2009-2013) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1
Perkembangan Rincian Opini Audit BPK atas LKKL Tahun 2009 - 2013
Opini Audit BPK atas LKKL
|
Tahun
|
||||
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
|
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
|
36
|
39
|
53
|
51
|
54
|
Wajar Tanpa Pengecualian – Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP)
|
9
|
14
|
14
|
19
|
11
|
Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
|
26
|
29
|
18
|
21
|
19
|
Tidak Memberikan Pendapat (TMP)
|
8
|
2
|
2
|
3
|
2
|
Tidak Wajar (TW)
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Jumlah
|
79
|
84
|
87
|
94
|
86
|
Sumber: Diolah dari LKPP Tahun 2013
Statistika deskriptif untuk opini audit BPK atas LKKL selama lima tahun
(2009 – 2013) disajikan pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2
Statistika Deskriptif Opini Audit BPK atas LKKL
Tahun
|
Nilai Minimum
|
Nilai Maksimum
|
Mean
|
Deviasi Standar
|
2009
|
2
|
5
|
3.9241
|
1.0951
|
2010
|
2
|
5
|
4.0714
|
0.9542
|
2011
|
2
|
5
|
4.3563
|
0.8889
|
2012
|
2
|
5
|
4.2553
|
0.9150
|
2013
|
2
|
5
|
4.3605
|
0.9063
|
Data statistika di atas menunjukkan mean selama
lima tahun rata-rata di atas 4. Hal ini menunjukkan opini audit BPK
atas LKKL sebagian besar sudah mencapai tingkat WTP-DPP. Tren selama
lima tahun dari tahun 2009 sampai dengan 2013 memperlihatkan adanya
kenaikan mean. Pengecualian terjadi di Tahun 2012, mean
menurun dari 4,3563 menjadi 4,2553. Berdasarkan data selama lima tahun
tersebut dapat disimpulkan terjadi kemajuan dalam hasil opini audit BPK
atas LKKL menuju opini audit yang lebih baik.
Perkembangan Hasil Evaluasi LAKIP K/L
Untuk
menjawab pertanyaan penelitian kedua, penulis menyajikan data
statistika deskriptif mengenai variabel hasil evaluasi LAKIP K/L. Data
hasil evaluasi LAKIP K/L diambil dari hasil evaluasi 3 tahun terakhir
yaitu Tahun 2011 sampai dengan Tahun 2013. Data ini diambil hanya selama
tiga tahun karena penilaian evaluasi LAKIP K/L ini baru diterapkan
mulai Tahun 2011. Data lengkap hasil evaluasi LAKIP K/L terdapat di
Lampiran II. Ringkasan perkembangan rincian hasil evaluasi LAKIP K/L
selama tiga tahun (2011-2013) dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3
Perkembangan Rincian Hasil Evaluasi LAKIP K/L Tahun 2011 - 2013
Hasil Evaluasi LAKIP K/L
|
Tahun
|
||
2011
|
2012
|
2013
|
|
AA
|
0
|
0
|
0
|
A
|
2
|
3
|
6
|
B+
|
0
|
0
|
13
|
B
|
17
|
26
|
20
|
CC
|
48
|
46
|
39
|
C
|
12
|
4
|
3
|
D
|
0
|
0
|
2
|
Jumlah
|
79
|
79
|
83
|
Sumber: Diolah dari www.menpan.go.id
Statistika deskriptif untuk hasil evaluasi LAKIP K/L selama tiga tahun
(2011 – 2013) disajikan pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4
Statistika Deskriptif Hasil Evaluasi LAKIP K/L
Tahun
|
Nilai Minimum
|
Nilai Maksimum
|
Mean
|
Deviasi Standar
|
2011
|
2
|
5
|
3.1139
|
0.6791
|
2012
|
2
|
5
|
3.3544
|
0.6412
|
2013
|
1
|
5
|
3.5361
|
0.8582
|
Data statistika di atas menunjukkan mean selama
tiga tahun rata-rata di atas 3. Hal ini menunjukkan hasil evaluasi
LAKIP K/L rata-rata memperoleh penilaian CC. Hasil penilaian CC ini
berarti masih berada pada kategori sedang dan masih perlu banyak
perbaikan terhadap pelaporan LAKIP K/L. Tren selama tiga tahun dari
tahun 2011 sampai dengan 2013 memperlihatkan adanya kenaikan mean. Berdasarkan data selama tiga tahun tersebut dapat disimpulkan terjadi kemajuan dalam hasil evaluasi LAKIP K/L.
Korelasi Opini Audit BPK atas LKKL dengan Hasil Evaluasi LAKIP K/L
Untuk
menjawab pertanyaan penelitian yang ketiga dilakukan pengujian
relasional antar variabel. Variabel yang diuji adalah opini audit BPK
atas LKKL dan hasil evaluasi LAKIP K/L. Pengujian relasional ini
menggunakan analisis korelasi bivariat. Analisis korelasi bivariat yang
digunakan adalah koefisien korelasi Pearson.
Hasil pengujian korelasi bivariat antara variabel opini audit BPK atas
LKKL Tahun 2011 dengan hasil evaluasi LAKIP K/L Tahun 2011 disajikan
pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1
Koefisien Korelasi antara Opini Audit BPK atas LKKL Tahun 2011 dengan Hasil Evaluasi LAKIP K/L Tahun 2011
Correlations
|
lk2012
|
lkp2012
|
||
lk2011
|
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
|
1
76
|
.113
.330
76
|
lkp2011
|
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
|
.113
.330
76
|
1
76
|
Tabel
1 menunjukkan koefisien korelasi antara varibel opini audit BPK atas
LKKL Tahun 2011 dengan hasil evaluasi LAKIP K/L Tahun 2011 adalah 0,113
dengan signifikansi p value sebesar 0,33 atau p > 0,05.
Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa variabel opini audit BPK
atas LKKL terbukti belum berkorelasi dengan variabel hasil evaluasi
LAKIP K/L.
Hasil pengujian korelasi bivariat antara variabel opini audit BPK atas
LKKL Tahun 2012 dengan hasil evaluasi LAKIP K/L Tahun 2012 disajikan
pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2
Koefisien Korelasi antara Opini Audit BPK atas LKKL Tahun 2012 dengan Hasil Evaluasi LAKIP K/L Tahun 2012
Correlations
|
|||
lk2012
|
lkp2012
|
||
lk2012
|
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
|
1
79
|
0.47
0.679
79
|
lkp2012
|
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
|
0.47
0.679
79
|
4
79
|
Tabel
2 menunjukkan koefisien korelasi antara varibel opini audit BPK atas
LKKL Tahun 2012 dengan hasil evaluasi LAKIP K/L Tahun 2012 adalah 0,047
dengan signifikansi p value sebesar 0,679 atau p >
0,05. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa variabel opini audit
BPK atas LKKL terbukti belum berkorelasi dengan variabel hasil evaluasi
LAKIP K/L.
Hasil pengujian korelasi bivariat antara variabel opini audit BPK atas
LKKL Tahun 2013 dengan hasil evaluasi LAKIP K/L Tahun 2013 disajikan
pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3
Koefisien Korelasi antara Opini Audit BPK atas LKKL Tahun 2013 dengan Hasil Evaluasi LAKIP K/L Tahun 2013
Correlations
|
lk2013
|
lkp2013
|
||
lk2012
|
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
|
1
82
|
.115
.305
82
|
lkp2012
|
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
|
.115
.305
82
|
1
82
|
Tabel
3 menunjukkan koefisien korelasi antara varibel opini audit BPK atas
LKKL Tahun 2013 dengan hasil evaluasi LAKIP K/L Tahun 2013 adalah 0,115
dengan signifikansi p value sebesar 0,305 atau p >
0,05. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa variabel opini audit
BPK atas LKKL terbukti belum berkorelasi dengan variabel hasil evaluasi
LAKIP K/L.
Berdasarkan hasil pengujian relasional antara variabel opini audit BPK
atas LKKL dengan variabel hasil evaluasi LAKIP K/L selama tiga periode
yaitu Tahun 2011 sampai dengan 2013 menunjukkan nilai p value
yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan belum
terdapat korelasi antara variabel opini audit BPK atas LKKL dengan hasil
evaluasi LAKIP K/L.
SIMPULAN
Berdasarkan
uraian sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama,
hasil opini audit BPK atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga
rata-rata mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf
penjelasan (WTP-DPP). Hasil opini audit BPK atas LKKL ini memperlihatkan
adanya perkembangan ke arah hasil opini yang lebih baik selama lima
tahun terakhir (2009 sampai dengan 2013). Hal ini ditunjukkan dengan
semakin banyaknya K/L yang mendapatkan opini WTP-DPP.
Kedua, hasil evaluasi LAKIP K/L oleh Kementerian Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi rata-rata mendapatkan nilai
kategori CC. Hasil evaluasi LAKIP K/L selama tiga tahun terakhir (2011
sampai dengan 2013) menunjukkan adanya kemajuan ke arah hasil evaluasi
LAKIP yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyak K/L
yang mendapatkan hasil evaluasi di atas C.
Ketiga, belum terdapat hubungan antara opini audit BPK atas LKKL dengan
hasil evaluasi LAKIP K/L. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien
korelasi yang tidak signifikan.
IMPLIKASI
Implikasi
dari simpulan di atas adalah pertama, K/L harus terus meningkatkan
hasil opini audit BPK. Rata-rata opini audit harus terus ditingkatkan
menuju opini audit wajar tanpa pengecualian (WTP). Kedua, K/L juga harus
terus memperbaiki penerapan SAKIP dan capaian kinerja untuk
meningkatkan hasil evaluasi atas LAKIP. Rata-rata hasil evaluasi LAKIP
harus terus ditingkatkan apalagi rata-rata capaian hasil evaluasi masih
CC.
Ketiga, belum adanya korelasi antara opini audit BPK dengan hasil
evaluasi LAKIP K/L menunjukkan belum terintegrasinya antara sistem
akuntansi instansi yang menghasilkan LKKL dengan sistem akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah yang menghasilkan LAKIP K/L. Oleh karena itu
perlu adanya koordinasi dan integrasi sistem pengelolaan keuangan dan
kinerja ini sehingga nantinya laporan yang dihasilkan akan sejalan.
KETERBATASAN
Penelitian
ini menganalisis laporan keuangan kementerian negara/lembaga dan
laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pada kementerian
negara/lembaga. Analisis dilakukan dengan mencari hubungan antara kedua
jenis laporan tersebut. Penelitian ini tidak menelusuri lebih jauh
penyebab belum sejalannya antara kedua laporan ini. Penelitian
selanjutnya dapat memperdalam analisis hubungan antara kedua jenis
laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A. Dan James K. Loebbecke. 1991. Auditing Pendekatan Terpadu. Edisi Terjemahan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Bastian, Indra. 2010. Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar. Penerbit Erlangga.
Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Keuangan Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Nomor 29
Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25
tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20
tahun 2013 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
http//www.menpan.go.id
Lampiran I Opini Audit BPK atas LKKL
Lampiran II Hasil Evaluasi LAKIP K/L