Pada
umumnya perusahaan dibagi menjadi tiga kelompok usaha antara lain:
perusahaan dagang, perusahaan jasa, dan perusahaan manufaktur. Tentunya
kita akan berpikir mengenai maksud dari pertanyaan “masalah yang
ditimbulkan dari persediaan?”. Setiap perusahaan tentu memerlukan
persediaan dalam menjalankan aktivitas operasionalnya, dalam bidang
apapun perusahaan bergerak.
Permasalahan
mengenai persediaan tentunya tidak akan/ belum muncul tatkala
perusahaan terkait masih berskala kecil karena dalam perusahaan kecil,
frekuensi pembelian dan penjualan seimbang dan dapat berlangsung cepat
sehingga persediaan barang/ jasa yang dimiliki masih cenderung minim.
Namun, permasalahan mengenai persediaan ini akan mulai timbul tatkala
perusahaan tumbuh menjadi perusahaan kecil dan menengah, bahkan menjadi
perusahaan yang besar. Keberadaan persediaan tentunya akan menjadi
signifikan sehingga membutuhkan penanganan khusus agar tetap eksis dalam
menjalankan usahanya.
Sifat dan Kegunaan dari Persediaan
Setiap
jenis kelompok usaha tentunya tidak terlepas dari permasalahan
kepemilikan persediaan. Perusahaan dagang memiliki persediaan barang
dagangan yang timbul dari pembelian dengan tujuan untuk dijual kembali.
Misalnya: perusahaan retail membeli barang dagangan dari pemasok dalam
jumlah besar kemudian menjualnya kembali secara eceran sehingga
menimbulkan persediaan, perusahaan jasa memiliki persediaan barang jasa.
Misalnya: jasa perhotelan membutuhkan persediaan makanan ringan,
perlengkapan mandi, hingga penjualan aksesoris, perusahaan jasa
kontruksi tentunya membutuhkan persediaan perlengkapan, bahan baku
bangunan, hingga bahan baku pembantu lainnya, dan rumah makan
membutuhkan persediaan bahan-bahan mentah yang akan dikelola kembali.
Terlebih lagi halnya perusahaan manufaktur. Khusus pada perusahaan
manufaktur, persediaan dibagi menjadi tiga, yaitu persediaan bahan baku,
persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi.
Permasalahan yang timbul dari persediaan
Lalu
timbul pertanyaan apakah persediaan itu sendiri menurut akuntansi?
Kenapa persediaan harus diakui dan dilaporkan dalam laporan keuangan?
Secara definisi secara jelas dinyatakan dalam PSAK 14 (revisi 2008)
paragraf 5, persediaan merupakan aset yang tersedia untuk dijual, dalam
proses produksi, serta dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk
digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Persediaan
tentunya penting dalam menunjang keberlangsungan rantai pasok
penjualan, sehingga perusahaan dapat memastikan ketersediaan barang/
jasa yang tersedia untuk dijual. Namun tentunya persediaan ini tidak
terlepas dari permasalahan teridentifikasi (inherent),
adapun permasalahan mengenai persediaan dalam akuntansi umumnya terbagi
menjadi dua : (1) penentuan kuantitas, serta (2) penilaian atas
kuantitas tersebut.
Penentuan
kuantitas meliputi hak kepemilikan barang. Permasalahan ini terbagi
menjadi tiga, antara lain : 1) Barang dalam perjalanan (goods in transit),
dalam proses pembelian dan penjualan tentunya barang yang dibeli
ataupun barang yang dijual tidak dapat serta merta langsung berpindah
dari gudang pemasok ke gudang perusahaan pada kasus pembelian, maupun
dari gudang perusahaan ke gudang pelanggan pada kasus penjualan. Dalam
proses pemindahan barang ini tentunya dibutuhkan waktu pengiriman untuk
memindahkan barang yang dimaksud. Permasalahan yang dapat terjadi ialah
bagaimana pengakuan barang tatkala masih ada dalam perjalanan saat akhir
periode (31 Desember) milik siapakah barang ini? diakui pada periode
kapankah persediaan ini? pada tahun berjalankah? Atau pada tahun
berikutnya? Pada umumnya pengakuan persediaan dapat diakui berdasarkan
perjanjian penjualan/ pembelian FOB Shipping Point yaitu penjualan diakui saat barang telah keluar dari gudang perusahaan, dan berlaku sebaliknya untuk pembelian & FOB Destination
yaitu penjualan diakui saat barang telah sampai pada gudang pembeli dan
berlaku sebaliknya untuk pembelian yang dilakukan oleh perusahaan.
Adapun perjanjian ini dapat berkembang mengikuti perkembangan perjanjian
bisnis yang ada dengan tetap memegang substance over form yang dianut dalam asumsi akutansi. 2) Barang konsinyasi (consignment goods), 3) Pisah batas (cut off) tanggal pengakuan dalam laporan keuangan.
Mengenai
penilaian persediaan, permasalahan ini terbagi menjadi tiga, antara
lain: 1) Pengakuan harga perolehan, mengacu pada PSAK 14 Persediaan
(2008) paragraf 9 meliputi biaya pembelian yang terdiri dari harga beli,
bea impor, biaya pengangkutan, biaya penanganan, pajak yang timbul (dapat
ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas pajak), biaya-biaya
pembelian ini tentunya sudah dikurangi dengan diskon, rabat, dan hal
serupa lainnya; biaya konversi, dan biaya lain-lain 2) Penurunan nilai persediaan, dan 3) Nilai yang harus dilaporkan dalam laporan keuangan.
Kesalahan Pengakuan Persediaan
Kesalahan pengakuan persediaan dapat menimbulkan permasalahan akuntansi yang serius. Antara lain: kelebihan (overstated) / kekurangan (understated)
terhadap laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Hal ini dapat terjadi
jika jumlah persediaan lebih catat (dalam kondisi ini jumlah fisik lebih
sedikit dibandingkan dengan jumlah tercatat) akan mengakibatkan beban
pokok penjualan (cost of goods sold) menjadi kelebihan (overstated) yang dapat berakibat langsung terhadap kekurangan (understated) laba dan pajak penghasilan kekurangan (understated) efek ini tentu berlaku juga untuk sebaliknya.
Permasalahan
utama dari persediaan terlepas dari permasalahan penentuan kuantitas
dan penilaian terhadap kuantitas yang ada tersebut ialah keberadaan dari
persediaan itu sendiri. Sehingga diperlukan perhitungan fisik secara
berkala guna memastikan bahwa jumlah persediaan tercatat dalam laporan
keuangan secara fisik benar-benar dimiliki oleh perusahaan.